SpongeBob SquarePants

Jumat, 13 Mei 2016

TANDA-TANDA BAHAYA PADA IBU HAMIL




ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN
TANDA-TANDA BAHAYA PADA IBU HAMIL

.
.
.
.
.


DISUSUN OLEH

NAMA : ANGELA CHRISTINE
                                                              NIM : 15150028                               
KELAS : A.12.1


PRODI D3 KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
TA. 2015/1016


TANDA-TANDA BAHAYA PADA IBU HAMIL

1.    PREEKLAMSIA
a.      Pengertian
Preeklamsia adalah sebuah komplikasi pada kehamilan yang ditandai dengan  tekanan darah tinggi (hipertensi) dan tanda-tanda kerusakan organ, misalnya kerusakan ginjal yang ditunjukkan oleh tingginya kadar protein pada urine (proteinuria).

b.      Gejala
Kadang, preeklamsia bisa berkembang tanpa gejala apa pun atau hanya muncul gejala-gejala ringan.
Gejala utama dari preeklampsia adalah tekanan darah yang terus meningkat. Naiknya tekanan darah bisa terjadi dengan lambat, akibatnya sulit untuk memastikan kondisi ini. Oleh karena itu, memonitor tekanan darah secara rutin menjadi hal penting untuk dilakukan selama masa kehamilan. Jika tekanan darah wanita hamil mencapai 140/90 mm Hg atau lebih, segeralah berkonsultasi dengan dokter kandungan, terutama bila tekanan darah di level ini ditemukan dalam 2 kali pemeriksaan rutin yang terpisah.
Selain hipertensi, gejala umum lainnya dari preeklamsia adalah:
a.    Sesak napas, karena ada cairan di paru-paru.
b.    Sakit kepala parah.
c.    Berkurangnya volume urine.
d.   Gangguan penglihatan. Pandangan hilang sementara, menjadi kabur, dan sensitif terhadap cahaya.
e.    Mual dan muntah.
f.     Rasa nyeri pada perut bagian atas. Biasanya di bawah tulang rusuk sebelah kanan.
g.    Meningkatnya kandungan protein pada urine (proteinuria).
h.    Gangguan fungsi hati.
i.      Pembengkakan pada telapak kaki, pergelangan kaki, wajah dan tangan.
j.      Berkurangnya jumlah trombosit dalam darah.

Laju pertumbuhan janin yang melambat juga bisa menandakan sang ibu mengidap preeklamsia. Kondisi ini disebabkan berkurangnya pasokan darah ke plasenta sehingga janin mengalami kekurangan pasokan oksigen dan nutrisi.
Agar preeklamsia bisa segera terdiagnosis dan ditangani, lakukanlah konsultasi rutin dengan dokter kandungan setiap bulan. Jangan ragu untuk melakukan konsultasi dengan dokter kandungan lebih sering jika merasakan gejala-gejala yang tidak wajar selama masa kehamilan.

c.       Penyebab
Sampai saat ini masih belum diketahui penyebab utama dari preeklamsia.Namun beberapa ahli percaya jika preeklamsia mulai berkembang di plasenta. Plasenta adalah organ yang menghubungkan suplai darah ibu hamil dengan suplai darah janin yang dikandungnya, dan nutrisi selama janin di dalam kandungan diberikan melalui plasenta.

Pada wanita dengan preeklamsia, pertumbuhan dan perkembangan pembuluh darah plasenta terganggu, sehingga lorong pembuluh lebih sempit dari yang seharusnya serta melakukan reaksi berbeda terhadap rangsangan hormon. Kondisi itu menyebabkan berkurangnya jumlah darah yang bisa dialirkan.

Beberapa ahli lainnya menduga bahwa kurangnya nutrisi, tingginya kandungan lemak tubuh, faktor keturunan, dan kurangnya aliran darah ke uterus menjadi penyebab terjadinya preeklamsia.

Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko wanita mengalami preeklamsia, yaitu:
  • Kehamilan pertama. Risiko terkena preeklamsia paling tinggi adalah saat seseorang hamil pertama kalinya.
  • Pernah mengalami preeklamsia pada kehamilan sebelumnya.
  • Sedang mengidap beberapa penyakit tertentu, seperti sindrom antifosfolipid, diabetes, lupus, hipertensi, atau penyakit ginjal.
  • Janin lebih dari satu. Preeklamsia biasanya diidap oleh wanita yang sedang mengandung dua atau lebih janin.
  • Hamil setelah berganti pasangan. Kehamilan pertama dengan pasangan yang baru meningkatkan risiko preeklamsia lebih tinggi dibanding kehamilan kedua atau ketiga tanpa berganti pasangan.
  • Hamil setelah jeda 10 tahun dengan kehamilan sebelumnya.
  • Faktor usia. Wanita hamil di atas usia 40 tahun punya risiko preeklamsia lebih tinggi.
  • Obesitas saat hamil. Wanita Asia dengan indeks massa tubuh 25 atau lebih saat hamil bisa meningkatkan risiko preeklamsia.
  • Faktor keturunan. Risiko mengidap preeklamsia lebih besar jika ada anggota keluarga yang pernah terkena preeklamsia.
d.      Diagnosis
Jika wanita hamil rutin memeriksakan kandungannya setiap bulan, maka gejala-gejala preeklamsia akan cepat didiagnosis dan ditangani. Sebab setiap pemeriksaan kehamilan dokter akan selalu mengecek tekanan darah ibu hamil. Apabila gejala-gejala preeklamsia diketahui di sela-sela jadwal rutin pemeriksaan kehamilan, maka segera temui dokter kandungan.
Jika dokter mencurigai adanya preeklamsia dari hasil pemeriksaan tekanan darah, Anda akan diminta menjalani beberapa tes seperti:
  • Ultrasonografi fetus. Dalam tes ini dokter akan memeriksa berat janin dan jumlah air ketuban. Kurangnya air ketuban adalah salah satu tanda rendahnya suplai darah ke janin.
  • Analisis darah. Tes ini akan melihat kinerja organ hati dan ginjal serta jumlah trombosit dalam darah wanita hamil.
  • Analisis urine. Dari cairan urine akan dilihat berapa perbandingan kandungan protein dan kreatinin.
  • Non stress test atau NST. Prosedur yang berfungsi untuk mengukur detak jantung bayi saat bergerak selama masih di dalam kandungan.
e.       Pengobatan dan Pencegahan
Apabila hasil diagnosis menyatakan bahwa Anda berisiko tinggi terkena preeklamsia, biasanya dokter akan meminta Anda mengonsumsi parasetamol dosis rendah. Parasetamol dosis rendah diduga dapat menurunkan risiko terkena preeklamsia. Wanita yang kekurangan asupan kalsium sebelum dan saat kehamilan, juga akan disarankan mengonsumsi suplemen kalsium untuk mencegah preeklampsia. Akan tetapi wanita hamil sebaiknya jangan mengonsumsi obat, vitamin, atau suplemen apa pun tanpa konsultasi dengan dokter kandungan terlebih dulu.
Pada dasarnya, hanya proses kelahiranlah yang bisa menyembuhkan preeklamsia. Jika preeklamsia muncul ketika usia janin belum cukup untuk dilahirkan, dokter kandungan akan memonitor kondisi tubuh Anda dan sang calon bayi dengan seksama hingga usia janin sudah cukup untuk dilahirkan. Dokter juga akan meminta Anda menjalani analisis darah ultrasonografi dan NST lebih sering.
Ketika preeklamsia semakin parah, wanita hamil akan disarankan untuk rawat inap di rumah sakit sampai janin siap dilahirkan. Dokter akan menjalankan tes NST rutin untuk memantau kesehatan janin.
Jika preeklamsia muncul ketika usia janin sudah cukup untuk dilahirkan, biasanya dokter akan menyarankan tindakan induksi atau bedah sesar untuk mengeluarkan bayi sesegera mungkin. Langkah ini diambil agar preeklamsia tidak berkembang menjadi lebih parah.Obat-obatan yang bisa dilakukan untuk wanita hamil yang mengalami preeklamsia adalah:
·       Antihipertensi. Fungsi pengobatan ini untuk menurunkan tekanan darah. Biasanya dokter akan memilih obat antihipertensi yang aman bagi janin. Konsultasikan dengan dokter, dosis aman bagi Anda dan janin.
·       Kortikosteroid. Paru-paru janin bisa berkembang lebih matang dengan bantuan pengobatan ini. Kinerja liver dan trombosit akan ditingkatkan dengan obat ini untuk memperpanjang usia kehamilan.
·       Antikonvulsan. Dokter bisa saja meresepkan obat antikonvulsan jika preeklamsia yang diderita cukup parah, agar terhindar dari kejang-kejang.
f.       Komplikasi
Komplikasi preeklamsia dapat dibagi dua, yaitu pada wanita hamil dan pada bayi. Pada wanita hamil, preeklamsia bisa menimbulkan komplikasi sebagai berikut:
·       Sindrom HELLP (Haemolysis – Elevated Liver enzymesLow platelet count). Ini adalah sindrom rusaknya sel darah merah, meningkatnya enzim liver, rendahnya jumlah trombosit darah. Sindrom ini bisa mengancam keselamatan wanita hamil dan janinnya.
·       Eklamsia. Kondisi di mana kejang-kejang atau kontraksi otot-otot yang dialami oleh wanita hamil. Janin yang dikandung bisa tewas ketika ibu sedang kejang-kejang. Selain janin, eklamsia juga mengancam keselamatan wanita hamil.
·       Penyakit kardiovaskular. Risiko terkena penyakit yang berhubungan dengan fungsi jantung dan pembuluh darah akan meningkat jika Anda pernah mengidap preeklamsia.
·       Kegagalan organ lain. Preeklamsia bisa menyebabkan disfungsi beberapa organ seperti edema paru, gagal ginjal, dan gagal liver.
·       Rusaknya sistem penggumpalan darah. Kondisi ini bisa menyebabkan perdarahan secara berlebihan. Perdarahan ini terjadi karena kurangnya kadar protein dalam darah.
·       Erupsi Plasenta. Kondisi lepasnya plasenta dari dinding bagian dalam uterus sebelum kelahiran dapat mengakibatkan perdarahan serius dan kerusakan plasenta. Kondisi ini akan membahayakan keselamatan wanita hamil dan janin.
·       Stroke Hemoragik. Pecahnya pembuluh darah di otak karena tingginya tekanan di dalam pembuluh darah. Darah mengisi rongga kepala sehingga sel-sel otak akan mulai mati karena tidak mendapatkan pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup. Kondisi inilah yang menyebabkan kerusakan otak atau bahkan kematian.
Komplikasi pada janin yang disebabkan preeklamsia bisa menyebabkan pertumbuhan janin melambat. Jika preeklamsia yang diidap ibu hamil cukup parah, maka janin harus dilahirkan meski organ tubuhnya belum tumbuh hingga sempurna. Komplikasi serius seperti kesulitan bernapas bisa diidap bayi yang lahir dengan kondisi ini. Terkadang bayi bisa meninggal di dalam kandungan. Dalam kondisi seperti ini, bayi harus menerima perawatan dan pengawasan secara intensif.
2.        EKLAMPSIA
a.      Pengertian
Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan / atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia (hipertensi, edema, proteinuri). Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata tersebut dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda-tanda lain.
Eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-tanda preeklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang yang diikuti oleh koma bila tidak segera mendapatkan penanganan medis pengobatan dan perawatan eklamsia yang tepat.

b.      Penyebab Etiologi
Sebab eklamsi belum diketahui benar. Salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa eklamsi disebabkan ischaemia rahim dan plasenta (ischaemia uteroplasenta). Selama kehamilan uterus memerlukan darah lebih banya. Pada molahidatidosa, hydramnion, kehamilan ganda, multipara, pada akhir kehamilan, pada persalinan, juga pada penyakit pembuluh darah ibu, diabetes, peredaran darah dalam dinding uterus kurang, maka keluarlah zat-zat dari plasenta atau decidua yang menyebabkan vasospasmus dan hipertensi.

c.       Diagnosis
Eklampsia selalu didahului oleh pre eklampsia. Perawatan prenatal untuk kehamilan dengan predisposisi pre eklampsia perlu ketat dilakukan agar dapat dideteksi sedini mungkin gejala – gejala eklampsia. Sering di jumpai perempuan hamil yang tampak sehat mendadak menjadi kejang – kejang eklampsia karena tidak terdeteksi adanya pre eklampsia sebelumnya.

 Eklampsia harus dibedakan dari epilepsy ; dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau pada hamil muda dengan tanda pre eklampsia tidak ada, kejang akibat obat anastesi, koma karena sebab lain.

d.      Gejala dan Tanda
1.    Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
2.    Gangguan penglihatan, pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara
3.    Iritabel, ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan lainnya
4.    Nyeri perut, nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah
5.    Tanda-tanda umum pre eklampsia (hipertensi, edema, dan proteinuria)
6.    Kejang-kejang dan / atau koma

e.       Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia. Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia berat dan eklampsia :
1.      Solusio plasenta. Karena adanya takanan darah tinggi, maka pembuluh darah dapat mudah pecah, sehingga terjadi hematom retropalsenta yang dapat menyebabkan sebagian plasenta dapat terlepas.
2.      Hipofibrinogenemia. Adanya kekurangan fibrinogen yang beredar dalam darah , biasanya di bawah 100 mg persen. Sehingga pemeriksaan kadar fibrinogen harus secara berkala.
3.      Hemolisis. Kerusakan atau penghancuran sel darah merah karena gangguan integritas membran sel darah merah yang menyebabkan pelepasan hemoglobin. Menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus.
4.      Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal pada penderita eklampsia.
5.      Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina yang merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
6.      Edema paru – paru
7.      Nekrosis hati.  Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
8.      Sindroma HELLP. Merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-tanda : hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan disfungsi endotel sistemik. Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan kehamilan trimester dua sampai beberapa hari setelah melahirkan.
9.      Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
10.  Kopmlikasi lain yaitu lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang -  kejang pneumonia aspirasi, dan DIC.
11.  Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra uterin.

f.       Pencegahan
Usaha pencegahan preklampsia dan eklampsia sudah lama dilakukan. Diantaranya dengan diet rendah garam dan kaya vitamin C. Selain itu, toxoperal (vitamin E,) beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink (seng), magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalium diyakini mampu mencegah terjadinya preklampsia dan eklampsia. Sayangnya upaya itu belum mewujudkan hasil yang menggembirakan. Belakangan juga diteliti manfaat penggunaan anti-oksidan seperti N. Acetyl Cystein yang diberikan bersama dengan vitamin A, B6, B12, C, E, dan berbagai mineral lainnya. Nampaknya, upaya itu dapat menurunkan angka kejadian pre-eklampsia pada kasus risiko tinggi.

g.      Pengobatan
Eklampsia merupakan gawat darurat kebidanan yang memerlukan pengobatan di rumah sakit untuk memberikan pertolongan yang adekuat.
Konsep pengobatannya :
a.       Menghindari terjadinya :
·         Kejang berulang
·         Mengurangi koma
·         Meningkatkan jumlah dieresis

b.      Perjalanan kerumah sakit dapat diberikan :
·         Obat penenang dengan injeksikan 20 mgr valium
·         Pasang infuse glukosa 5 % dan dapat di tambah dengan valium 10 sampai 20 mgr

c.       Sertai petugas untuk memberikan pertolongan:
·         Hindari gigitan lidah dengan memasang spatel pada lidah
·         Lakukan resusitasi untuk melapangkan nafas dan berikan O2
·         Hindari terjadinya trauma tambahan


Perawatan kolaborasi yang dilaksanakan dirumah sakit sebagai berikut :
1.    Kamar isolasi
·         Hindari rangsangan dari luar sinar dan keributan
·         Kurangi penerimaan kunjungan untuk pasien
·         Perawat pasien dengan jumlahnya terbatas

2.      Pengobatan medis
Banyak pengobatan untuk menghindari kejang yang berkelanjutan dan meningkatkan vitalitas janin dalam kandungan. Dengan pemberian :
·         Sistem stroganof
·         Sodium pentothal dapat menghilangkan kejang
·         Magnesium sulfat dengan efek menurunkan tekanan darah , mengurangi sensitivitas saraf pada sinapsis, meningkatkan deuresis dan mematahkan sirkulasi iskemia plasenta sehingga menurunkan gejala klinis eklampsia.
·         Diazepam atau valium
·         Litik koktil
3.      Pemilihan metode persalinan
Pilihan pervaginam diutamakan :
·         Dapat didahului dengan induksi persalinan
·         Bahaya persalinan ringan
·         Bila memenuhi syarat dapat dilakukan dengan memecahkan ketuban, mempercepat pembukaan, dan tindakan curam untuk mempercepat kala pengeluaran.
·         Persalinan plasenta dapat dipercepat dengan manual
·         Menghindari perdarahan dengan diberikan uterotonika

Pertimbangan seksio sesarea :
·         Gagal  induksi persalinan pervaginam
·         Gagal pengobatan konservatif


3.      KETUBAN PECAH DINI (KPD)
a.         Pengertian
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi proses persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu (Cunningham, Mc. Donald, gant, 2002).
Ketuban Pecah Dini adalah rupturnya membrane ketuban sebelum persalinan berlangsung (Manuaba, 2002). Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.

b.         Penyebab
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut :


1.      Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar.
Adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihantanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2002).

2.      Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihandapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
a.       Trauma : Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b.      Gemelli. Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah. (Saifudin. 2002)
c.       Makrosomia. Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah. (Winkjosastro, 2006)
d.      Hidramnion. Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja

3.      Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
4.      Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic disproporsi).
5.      Korioamnionitis. Korioamnionitis adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh penyebaranorganism vagina ke atas. Dua factor predisposisi terpenting adalah pecahnyaselaput ketuban > 24 jam dan persalinan lama.
6.      Penyakit Infeksi. Penyakit Infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme yangmeyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi menyebabkanterjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
7.      Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)
8.      Riwayat KPD sebelumya
9.      Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
10.  Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu


c.       Tanda dan Gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara.
Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.

d.         Diagnosis
·      Pastikan selaput ketuban pecah.
·      Tanyakan waktu terjadi pecah ketuban.
·      Cairan ketuban yang khas jika keluar cairan ketuban sedikit-sedikit, tampung cairan yang keluar dan nilai 1 jam kemudian.
·      Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan.
·      Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (nitrazintes), jika lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan adanya cairan ketuban (alkalis). pH normal dari vagina adalah 4-4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3. Tes tersebut dapat memiliki hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni.
·      Tes Pakis, dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukan kristal cairan amniom dan gambaran daun pakis.
·      Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG.
·      Tentukan ada tidaknya infeksi.
·      Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38OC serta cairan ketuban keruh dan berbau.
·      Leukosit darah lebih dari 15.000/mm3.
·      Janin yang mengalami takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterin.
·      Tentukan tanda-tanda persalinan.
·      Tentukan adanya kontraksi yang teratur
·      Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif ( terminasi kehamilan )

Pemeriksaan Diagnostik
a.    Ultrasonografi. Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin atau melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis.
b.    Amniosintesis. Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin.
c.    Pemantauan janin. Membantu dalam mengevaluasi janin
d.   Protein C-reaktif. Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis

e.       Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi Infeksi Maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden SC, atau gagalnya persalinan normal.

1.      Persalinan Prematur. Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.

2.      Infeksi. Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi Korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban Pecah Dini premature, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada KPD meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.

3.      Hipoksia dan asfiksia. Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.

4.      Syndrom deformitas janin. Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal

f.       Penanganan
1.      Konservatif
·    Rawat di rumah sakit
·    Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan solusioplasenta
·    Jika ada tanda-tanda infeksi (demam dan cairan vagina berbau), berikanantibiotika sama halnya jika terjadi amnionitosis
·    Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu:
-       Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin
-       Ampisilin 4x 500mg selama 7 hari ditambah eritromisin 250mg per oral 3x perhari selama 7 hari.
·         Jika usia kehamilan 32 - 37 mg, belum inpartu, tidak ada infeksi, beridexametason, dosisnya IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 x, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin.
·         Jika usia kehamilan sudah 32 - 37 mg dan sudah inpartu, tidak ada infeksi maka berikan tokolitik ,dexametason, dan induksi setelah 24 jam.

2.      Aktif
·      Kehamilan lebih dari 37 mg, induksi dengan oksitosin
·      Bila gagal Seksio Caesaria dapat pula diberikan misoprostol 25 mikrogram – 50 mikrogram intravaginal tiap 6 jam max 4 x.
·      Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
·      Indikasi melakukan induksi pada ketuban pecah dini adalah sebagai berikut :
1)   Pertiimbangan waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan waktuapakah 6, 12, atau 24 jam. Berat janin sebaiknya lebih dari 2000 gram.
2)   Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari 38°c, dengan pengukuran per rektal. Terdapat tanda infeksi melalui hasil pemeriksaanlaboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban.

g.      Penatalaksanaan Lanjutan
1.    Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali didahului kondisi ibu yang menggigil.
2.    Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum persalinan adalah tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas normal. Pemantauan DJJ ketat dengan alat pemantau janin elektronik secara kontinu dilakukan selama induksi oksitosin untuk melihat tanda gawat janin akibat kompresi tali pusat atau induksi. Takikardia dapat mengindikasikan infeksiuteri.
3.    Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.
4.    Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan, perhatikan juga hal-hal berikut:
a.       Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
b.      Bau rabas atau cairan di sarung tangan anda
c.       Warna rabas atau cairan di sarung tangan
5.      Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh gambaranjelas dari setiap infeksi yang timbul. Seringkali terjadi peningkatan suhu tubuhakibat dehidrasi.

4.      INTRA UTERINE FETAL DEADTH (IUFD)
a.      Pengertian
Intra Uterine Fetal Deadth (IUFD) atau kematian janin dalam rahim adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum terjadi proses persalinan pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau berat janin 1000 gram. (Moechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998; 279)
IUFD adalah kematian intrauterin sebelum seluruh produksi konsepsi manusia dikeluarkan, ini tidak diakibatkan oleh aborsi terapeutik atau kematian janin juga disebut kematian intrauterin dan mengakibatkan kelahiran mati. (Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP)
IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau kurang dari 20 minggu. (Rustam Muchtar, 1998)
IUFD adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari rahim ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. (Sarwono, 2005)



b.      Penyebab
·      Perdarahan antepartum seperti plasenta previa dan solusio plasenta
·      Pre eklamsi dan eklamsi
·      Penyakit kelainan darah
·      Penyakit infeksi menular
·      Penyakit saluran kencing
·      Penyakit endokrin sperti DM dan hipertiroid
·      Malnutrisi

c.       Faktor Predisposisi
a.       Factor ibu (High Risk Mothers)
-          Status social ekonomi yang rendah
-          Tingkat pendidikan ibu yang rendah
-          Umur ibu yang melebihi 30 tahun atau kurang dari 20 tahun
-          Paritas pertama atau paritas kelima atau lebih
-          Tinggi dan BB ibu tidak proporsional
-          Kehamilan di luar perkawinan
-          Kehamilan tanpa pengawasan antenatal
-          Ganggguan gizi dan anemia dalam kehamilan
-          Ibu dengan riwayat kehamilan / persalinan sebelumnya tidak baik seperti bayi
-          Riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu
b.      Factor Bayi (High Risk Infants)
-          Bayi dengan infeksi antepartum dan kelainan congenital
-          Bayi dengan diagnosa IUGR (Intra Uterine Growth Retardation)
-          Bayi dalam keluarga yang mempunyai problema social
c.       Factor yang berhubungan dengan kehamilan
-          Abrupsio plasenta
-          Plasenta previa
-          Preeklamsi / eklamsi
-          Polihidramnion
-          Inkompatibilitas golongan darah
-          Kehamilan lama
-          Kehamilan ganda
-          Infeksi
-          Diabetes
-          Genitourinaria
d.      Diagnosis
1.    Anamnesa/keluhan
a.       Ibu tidak merasakan gerakan janin
b.      Perut tidak bertambah besar

2.      Inspeksi
Tidak tampak gerakan janin

3.      Palpasi
-          TFU lebih rendah dari tuanya kehamilan
-          Tidak teraba gerakan janin
-          Krepitasi pada tulang kepala janin
-           

4.      Auskultasi
DJJ (-)

5.      Reaksi kehamilan
Test kehamilan (-)

6.      Rontgen foto abdomen
Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah janin
Tanda nojosk       : angulasi yang tajam pada tulang belakang janin
Tanda gernard     : hiperekstensi kepala janin
Tanda spalding    : overlapping sutura

7.      USG
-          Gerak anak tidak ada
-          Denyut jantung anak tidak ada
-          Tampak bekuan darah pada ruang jantung janin

8.      Laboratorium
-          Reaksi biologis negative setelah 10 hari janin mati
-          Hipofibrinogenemia setelah 4-5 minggu janin mati
-          Kalau janin mati pada kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-perubahan sebagai berikut :
1.      Rigor mortis. Berlangsung 21/2  jam setelah mati kemudian lemas lagi.
2.      Maserasi Tingkat I. Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih. Tapi kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah mati.
3.      Maserasi Tingkat II. Lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat,  jam setelah anak mati.
4.      Maserasi Tingkat III. Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas, hubungan antar tulang-tulang sangat longgar. Edema di bawah kulit.

e.       Tanda dan Gejala
·      Terhentinya pertumbuhan uterus, atau penurunan TFU
·      Terhentinya pergerakan janin
·      Terhentinya denyut jantung janin
·      Penurunan atau terhentinya peningkatan berat badan ibu.
·      Perut tidak membesar tapi mengecil dan terasa dingin
·      Terhentinya perubahan payudara

f.       Komplikasi
·      Trauma emosional yg cukup berat terjadi bila wktu antara kematia janin & persalinan cukup lama
·      Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah
·      Dapat terjadi koagulasi bila kematian janin berlangsung lebih dari 2minggu.
·      Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak memvbahayakan ibu. Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipofibrinogenemia) akan lebih besar. Kematian janin akan menyebabkan desidua plasenta menjadi rusak menghasilkan tromboplastin masuk kedalam peredaran darah ibu, pembekuan intravaskuler yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit terjadilah pembekuan darah yang meluas menjadi Disseminated intravascular coagulation hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen  < 100 mg%).
·      Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700 mg%. Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik postpartum. Partus biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah janin mati.

g.      Penanganan
1.    Terapi
a.       Selama menunggu diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan ketakutan memikirkan bahwa bayinya telah meninggal. Pada tahap ini bidan berperan sebagai motivator untuk meningkatkan kesiapan mental ibu dalam menerima segala kemungkinan yang ada.
b.      Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan melalui hasil USG dan rongen foto abdomen, maka bidan seharusnya melakukan rujukan.
c.       Menunggu persalinan spontan biasanya aman, tetapi penelitian oleh Radestad et al (1996) memperlihatkan bahwa dianjurkan untuk menginduksi sesegera mungkin setelah diagnosis kematian in utero. Mereka menemukan hubungan kuat antara menunggu lebih dari 24 jam sebelum permulaan persalinan dengan gejala kecemasan. Maka sering dilakukan terminasi kehamilan.

1)      Pengakhiran kehamilan  jika ukuran uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan.
Persiapan:
-          Keadaan memungkinkan yaitu Hb > 10 gr%, tekanan darah baik.
-          Dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu:pemeriksaan trombosit, fibrinogen, waktu pembekuan, waktu perdarahan, dan waktu protombin.
Tindakan:
-          Kuretasi vakum
-          Kuretase tajam
-          Dilatasi dan kuretasi tajam

2)      Pengakhiran kehamilan  jika ukuran uterus lebih dari 12 minggu sampai 20 minggu
-          Misoprostol 200mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
-          Pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya.
-          Kombinasi pematangan batang laminaria dengan misoprostol atau pemberian tetes oksitosin 10 IU dalam 500 cc dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
Catatan: dilakukan kuretase bila masih terdapat jaringan.

3)      Pengakhiran kehamilan  jika lebih dari 20 – 28 minggu
-          Misoprostol 100 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
-          Pemasangan batang laminaria selama 12 jam.
-          Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
-          Kombinasi cara pertama dan ketiga untuk janin hidup maupun janin mati.
-          Kombinasi cara kedua dan ketiga untuk janin mati.
Catatan: dilakukakan histerotomi bila upaya melairkan pervaginam dianggap tidak berhasil atau atas indikasi ibu, dengan sepengetahuan konsulen.

4)      Pengakhiran kehamilan  jika lebih dari 28 minggu kehamilan
-          Misoprostol 50 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
-          Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk pematangan serviks (tidak efektif bila dilakukan pada KPD).
-          Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida sebanyak 2 labu.
-          Kombinasi ketiga cara diatas.
Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak berhasil, atau bila didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk menyelesaikan persalinan.

2.      Periksa ulangan (follow up)
Dilakukan kunjungan rumah pada hari ke 2, 6, 14, atau 40 hari. Dilakukan pemeriksaan nifas seperti biasa. Mengkaji ulang tentang keadaan psikologis, keadaan laktasi (penghentian ASI), dan penggunaan alat kontrasepsi.


5.      PERDARAHAN PERVAGINA
1.      SOLUSIO PLASENTA
a.      Pengertian
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari dinding rahim bagian dalam sebelum proses persalinan, baik seluruhnya maupun sebagian, dan merupakan komplikasi kehamilan yang serius namun jarang terjadi. Plasenta berfungsi memberikan nutrisi serta oksigen pada janin yang dikandung, dan merupakan organ yang tumbuh di dalam rahim selama masa kehamilan. Solusio plasenta bisa membahayakan nyawa ibu dan bayi yang dikandung jika tidak segera ditangani. Hal ini dikarenakan solusio plasenta bisa menyebabkan pendarahan hebat bagi sang ibu, dan bayi yang dikandung bisa kekurangan asupan nutrisi serta oksigen.

b.      Gejala
Usia kehamilan enam bulan ke atas, terutama beberapa pekan sebelum proses persalinan merupakan waktu yang paling sering mengalami solusio plasenta. Di bawah ini adalah beberapa gejala solusio plasenta yang bisa terjadi:
·         Nyeri punggung.
·         Kontraksi berlangsung cepat.
·         Pendarahan pada vagina.
·         Rahim terasa sakit.
·         Nyeri perut.
·         Kurang bergeraknya bayi yang berada dalam kandungan atau tidak seperti biasanya.

Jika mengalami gejala seperti yang disebutkan di atas, segera temui dokter.

c.       Penyebab
Hingga saat ini penyebab pasti terjadinya solusio plasenta belum diketahui, namun ada beberapa hal yang bisa meningkatkan risiko solusio plasenta, yaitu:
·         Wanita yang merokok atau yang menyalahgunakan narkoba.
·         Wanita yang berusia di atas 40 tahun.
·         Wanita yang pernah mengalami solusio plasenta sebelumnya.
·         Wanita yang pernah melahirkan bayi kembar.
·         Wanita yang memiliki tekanan darah tinggi atau hipertensi.
·         Wanita yang memiliki gangguan pembekuan darah.
·         Wanita yang pernah mengalami trauma pada perut, seperti terjatuh atau terkena pukulan.
·         Air ketuban bocor atau pecah terlalu awal.

d.      Diagnosis
Untuk mendiagnosis solusio plasenta, awalnya dokter akan melakukan pemeriksaan fisik guna memeriksa tekanan rahim, apakah lunak atau keras. Dan mungkin diperlukan tes darah atau ultrasound untuk membantu mengetahui penyebab terjadinya pendarahaan vagina. Ultrasound frekuensi tinggi juga bisa digunakan untuk melihat rahim, namun tidak selalu bisa untuk melihat adanya solusio plasenta.

e.       Perawatan
Perawatan solusio plasenta yang dilakukan tergantung pada keadaan bayi yang dikandung dan usia kehamilan. Plasenta yang sudah terlepas dari dinding rahim tidak bisa ditempelkan kembali.

Anda mungkin akan dirawat di rumah sakit jika usia kehamilan di bawah 34 minggu, detak jantung bayi normal dan kondisi tergolong ringan. Namun jika usia kehamilan sudah di atas 34 minggu dan solusio plasenta membahayakan ibu dan bayi yang dikandung, maka dokter akan menyarankan untuk segera melakukan proses persalinan, biasanya dengan operasi caesar. Jika ibu hamil mengalami pendarahan yang parah, makan transfusi darah akan dilakukan.

f.       Komplikasi
Solusio plasenta dapat menimbulkan komplikasi dan membahayakan jiwa ibu dan bayi yang dikandung. Ibu hamil yang menderita solusio plasenta kemungkinan bisa mengalami gangguan pembekuan darah dan syok akibat kehilangan darah. Selain itu, komplikasi akibat solusio plasenta juga bisa menyebabkan kondisi gagal ginjal atau gagal organ tubuh lainnya. Pendarahan juga kemungkinan terjadi setelah proses persalinan. Operasi histerektomi atau pengangkatan rahim mungkin akan dilakukan jika pendarahan yang terjadi tidak bisa dikendalikan. Sedangkan komplikasi akibat solusio plasenta pada bayi yang dikandung dapat menyebabkan kelahiran prematur serta kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Bahkan komplikasi yang serius dapat menyebabkan bayi terlahir dalam keadaan meninggal.


2.      PLASENTA PREVIA
a.      Pengertian
Plasenta atau ari-ari akan terbentuk dalam rahim saat seorang wanita menjadi hamil. Organ ini berfungsi untuk menyalurkan oksigen dan nutrisi untuk bayi, sekaligus mengangkat zat-zat buangan dari darah bayi.
Selama masa kehamilan, rahim seorang wanita akan berkembang dan plasenta yang normal akan melebar ke arah atas, menjauhi leher rahim atau serviks. Jika tetap berada di bagian bawah rahim atau di dekat serviks, plasenta dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir sang bayi. Kondisi inilah yang disebut plasenta previa.

b.      Gejala
Plasenta previa merupakan kondisi yang jarang dialami oleh ibu hamil. Tetapi risiko ini tetap harus diwaspadai karena dapat membahayakan jiwa ibu dan bayi di kandungan. Ibu hamil dengan plasenta previa terbukti memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami pendarahan sebelum kelahiran. Gejala utama dari kondisi ini adalah pendarahan tanpa disertai rasa sakit, yang biasanya terjadi pada tiga bulan terakhir masa kehamilan. Tetapi tidak semua ibu hamil dengan kondisi ini akan mengalami pendarahan. Pendarahan umumnya terjadi secara tiba-tiba dan volume darah bisa banyak atau sedikit. Pendarahan dapat berhenti dengan sendirinya, tapi akan kembali muncul dalam beberapa hari atau beberapa minggu kemudian. Selain itu, sebagian ibu hamil juga ada yang mengalami kontraksi dan nyeri di punggung atau perut bagian bawah.
Jika mengalami pendarahan dalam trimester kedua atau ketiga, sebaiknya Anda segera menghubungi dokter. Ibu hamil yang mengalami pendarahan hebat dianjurkan untuk segera ke rumah sakit.

c.       Faktor Risiko
Penyebab pasti plasenta previa belum diketahui, tapi ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko ibu hamil mengalaminya. Beberapa faktor risikonya antara lain:
·      Pernah mengalami plasenta previa pada kehamilan sebelumnya.
·      Pernah menjalani operasi caesar.
·      Pernah menjalani operasi pada rahim, misalnya kuret atau pengangkatan miom.
·      Berusia 35 tahun atau lebih.
·      Pernah melahirkan sebelumnya.
·      Pernah menjalani operasi pada rahim.
·      Menggunakan kokain.

d.      Diagnosis
Posisi plasenta biasanya akan diketahui melalui pemeriksaan USG pada usia kehamilan 18-21 minggu. Jika pernah mengalami pendarahan selama kehamilan, Anda akan dianjurkan untuk menjalani USG transvaginal. Proses ini akan memberikan pencitraan yang lebih mendetail.

Jika Anda positif terdiagnosis mengalami plasenta previa, dokter akan menghindari pemeriksaan fisik rutin melalui vagina selama kehamilan. Ini dilakukan guna mengurangi risiko pendarahan. Anda juga biasanya akan kembali menjalani proses USG sebelum melahirkan untuk memeriksa lokasi plasenta serta detak jantung bayi.

Plasenta previa dapat dibagi dalam 4 kategori. Pengelompokan ini ditentukan berdasarkan posisi plasenta dan meliputi:
·         Kategori 1 – plasenta hanya tertanam di rahim bagian bawah tanpa menutupi lubang serviks.\
·         Kategori 2 – plasenta mencapai lubang serviks bagian dalam, tapi tidak menutupinya.
·         Kategori 3 – plasenta menutupi sebagian lubang serviks.
·         Kategori 4 – plasenta menutupi seluruh lubang serviks termasuk saat lubang serviks terbuka dan melebar.

Ibu hamil yang mengalami plasenta previa kategori 1 dan 2 biasanya masih diizinkan untuk melahirkan secara normal. Sedangkan plasenta previa kategori 3 dan 4 akan membutuhkan prosedur caesar.

e.       Penanganan dan Komplikasi
Penanganan untuk plasenta previa biasanya meliputi istirahat sebanyak-banyaknya, transfusi darah jika perli, serta operasi caesar. Langkah penanganan yang dipilih tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
·         Apakah terjadi pendarahan atau tidak.
·         Tingkat keparahan pendarahan.
·         Kondisi kesehatan sang ibu dan bayi.
·         Usia kandungan.
·         Posisi plasenta dan bayi.

Ibu hamil yang tidak atau hanya mengalami sedikit pendarahan biasanya tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, tapi harus tetap waspada. Dokter umumnya akan menganjurkan istirahat di rumah. Terkadang bahkan ada ibu hamil yang dianjurkan untuk terus berbaring dan hanya boleh duduk atau berdiri jika benar-benar diperlukan. Berhubungan seks juga sebaiknya dihindari karena dapat memicu pendarahan pada penderita plasenta previa. Begitu juga dengan olahraga. Jika terjadi pendarahan, ibu hamil dihimbau untuk segera ke rumah sakit sebelum pendarahan bertambah parah.

Sementara itu, ibu hamil yang pernah mengalami pendarahan selama masa kehamilan disarankan untuk menjalani sisa masa kehamilan di rumah sakit dari minggu ke-34. Langkah ini dianjurkan agar pertolongan darurat, seperti transfusi darah, bisa segera diberikan jika pendarahan kembali terjadi. Prosedur caesar juga akan dilakukan begitu kehamilan mencapai batas usia yang cukup, yaitu minggu ke-36. Sebelum menjalaninya, sang ibu biasanya akan diberi kortikosteroid guna mempercepat perkembangan paru-paru bayi dalam kandungannya. Bagi ibu hamil dengan pendarahan yang tidak kunjung berhenti, dokter akan menganjurkan prosedur caesar meski usia kandungan belum cukup.

Jika tidak ditangani, plasenta previa dapat menyebabkan komplikasi serius dan berakibat fatal bagi ibu dan bayi, misalnya pendarahan hebat pada saat melahirkan dan bahkan setelahnya.


3.      RUPTUR UTERI
a.      Pengertian
Ruptur uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan tua. Robekan pada uterus dapat ditemukan untuk sebagian besar pada bagian bawah uterus.

Pada robekan ini kadang-kadang vagina atas ikut serta pula. Apabila robekan tidak terjadi pada uterus melainkan pada vagina bagian atas hal itu dinamakan kolpaporeksis. Apabila pada ruptur uteri peritoneum pada permukaan uterus ikut robek, hal itu dinamakan ruptur uteri kompleta, jika tidak ruptur uteri inkompleta. Pinggir ruptur biasanya tidak rata, letaknya pada uterus melintang atau membujur atau miring dan bisa agak ke kiri atau ke kanan. Ada kemungkinan pula terdapat robekan dinding kandung kencing.

b.      Klasifikasi
Menurut waktu terjadinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
1.      Ruptur Uteri Gravidarum. Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus.
2.      Ruptur Uteri Durante Partum. Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak.

Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
1.      Korpus Uteri. Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
2.      Segmen Bawah Rahim. Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri.
3.      Serviks Uteri. Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
4.      Kolpoporeksis-Kolporeksis. Robekan – robekan di antara serviks dan vagina.

Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan:
1.      Ruptur Uteri Kompleta. Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perimetrium), sehingga terdapat hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis.
2.      Ruptur Uteri Inkompleta. Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum.

Menurut etiologinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
1.      Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC, miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara manual. Dapat juga pada graviditas pada kornu yang rudimenter dan graviditas interstisialis, kelainan kongenital dari uterus seperti hipoplasia uteri dan uterus bikornus, penyakit pada rahim, misalnya mola destruens, adenomiosis dan lain-lain atau pada gemelli dan hidramnion dimana dinding rahim tipis dan regang.
2.      Karena peregangan yang luar biasa dari rahim, misalnya pada panggul  sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM, hidrops fetalis, postmaturitas dan grandemultipara. Juga dapat karena kelainan kongenital dari janin : Hidrosefalus, monstrum, torakofagus, anensefalus dan shoulder dystocia; kelainan letak janin: letak lintang dan presentasi rangkap; atau malposisi dari kepala : letak defleksi, letak tulang ubun-ubun dan putar paksi salah. Selain itu karena adanya tumor pada jalan lahir; rigid cervix: conglumeratio cervicis, hanging cervix, retrofleksia uteri gravida dengan sakulasi; grandemultipara dengan perut gantung (pendulum); atau juga pimpinan partus yang salah.

Ruptur Uteri Violenta (Traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti:
-          Ekstraksi Forsep
-          Versi dan ekstraksi
-          Embriotomi
-          Versi Braxton Hicks
-          Sindroma tolakan (Pushing syndrome)
-          Manual plasenta
-          Kuretase
-          Ekspresi Kristeller atau Crede\
-          Pemberian Pitosin tanpa indikasi dan pengawasan
-          Trauma tumpul dan tajam dari luar.

Menurut Gejala Klinis, ruptur uteri dapat dibedakan:
1.         Ruptur Uteri Iminens (membakat=mengancam)
2.         Ruptur Uteri sebenarnya.
                                                                                    
c.       Etiologi
Ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang sudah ada sebelumnya, atau dapat menjadi komplikasi dalam persalinan dengan uterus yang sebelumnya tanpa parut.
Akhir-akhir ini, penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah terpisahnya jaringan parut akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini kemungkinan semakin sering terjadi bersamaan dengan timbulnya kecenderungan untuk memperbolehkan partus percobaan pada persalinan dengan riwayat seksio sesarea.
Faktor predisposisi lainnya yang sering ditemukan pada ruptur uteri adalah riwayat operasi atau manipulasi yang mengakibatkan trauma seperti kuretase atau perforasi. Stimulasi uterus secara berlebihan atau kurang tepat dengan oksitosin, yaitu suatu penyebab yang sebelumnya lazim ditemukan, tampak semakin berkurang. Umumnya, uterus yang sebelumnya tidak pernah mengalami trauma dan persalinan berlangsung spontan, tidak akan terus berkontraksi dengan kuat sehingga merusak dirinya sendiri.



d.      Diagnosis dan Gejala
Terlebih dahulu dan yang terpenting adalah mengenal betul gejala dari ruptura uteri mengancam (threatened uterine rupture) sebab dalam hal ini kita dapat bertindak secepatnya supaya tidak terjadi ruptur uteri yang sebenarnya.
Gejala Ruptur Uteri Iminens/mengancam :
-          Dalam anamnesa dikatakan telah ditolong/didorong oleh dukun/bidan, partus sudah    lama berlangsung
-          Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut
-          Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.
-          Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.
-          Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor), yaitu mulut kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam).
-          His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.
-          Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras terutama sebelah kiri atau keduanya.
-          Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
-          Diantara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan melintang yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukan SBR yang semakin tipis dan teregang. Sering lengkaran bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang penuh, untuk itu dilakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan tipisnya SBR terjadi di dinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa, misalnya terjadi pada asinklitismus posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang.
-          Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang ke atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada hematuri.
-          Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)
-          Pada pemriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti oedem porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar

e.       Gejala
Bila ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat akan terjadilah ruptur uteri sebenarnya.
1.    Anamnesis dan Inspeksi
-          Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.
-          Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.
-          Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.
-          Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.
-          Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-lebih kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir.
-          Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan dibahu.
-          Kontraksi uterus biasanya hilang.
-          Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi kembung dan meteoristis (paralisis usus).
2.    Palpasi
-          Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan.
-          Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul.
-          Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut, maka teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan disampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.
-          Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.
3.    Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga perut.
4.    Pemeriksaan Dalam
-          Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah dapat didorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak
-          Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus, omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita yang didalam kita temukan dengan jari luar maka terasa seperti dipisahkan oleh bagian yang tipis seklai dari dinding perut juga dapat diraba fundus uteri.
5.    Kateterisasi
Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.
6.    Catatan
-          Gejala ruptur uteri inkompleta tidak sehebat kompleta
-          Ruptur uteri yang terjadi oleh karena cacat uterus yang biasanya tidak didahului oleh ruptur uteri mengancam.
-          Lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan hati-hati sebagai kerja rutin setelah mengerjakan suatu operative delivery, misalnya sesudah versi ekstraksi, ekstraksi vakum atau forsep, embriotomi dan lain-lain.

f.       Profilaksis
Banyak kiranya ruptur uteri yang seharusnya tidak perlu terjadi kalau sekiranya ada pengertian dari para ibu, masyarakat dan klinisi, karena sebelumnya dapat kita ambil langkah-langkah preventif. Maka, sangatlah penting arti perawatan antenatal (prenatal).
1.      Panggul sempit atau CPD. Anjurkan bersalin di rumah sakit. Lakukan pemeriksaan yang teliti misalnya kalau kepala belum turun lakukan periksa dalam dan evaluasi selanjutnya dengan pelvimetri. Bila panggul sempit (CV 8 cm), lakukan segera seksio sesarea primer saat inpartu.
2.      Malposisi Kepala. Coba lakukan reposisi, kalau kiranya sulit dan tak berhasil, pikirkan untuk melakukan seksio sesarea primer saat inpartu.
3.      Malpresentasi. Letak lintang atau presentasi bahu, maupun letak bokong, presentasi rangkap.
4.      Hidrosefalus
5.      Rigid cervix
6.      Tetania uteri
7.      Tumor jalan lahir
8.      Grandemultipara + abdomen pendulum
9.      Pada bekas seksio sesarea. Beberapa sarjana masih berpegang pada diktum : Once a Caesarean always a Caesarean, tetapi pendapat kita disini adalah Once a Caesarean not necessarily a Caesarean, kecuali pada panggul yang sempit. Hal ini disebut Repeat Caesarean Section. Pada keadaan dimana seksio yang lalu dilakukan korporal pasien harus bersalin dirumah sakit dengan observasi yang ketat dan cermat mengingat besarnya kemungkinan terjadi ruptur spontan. Kalau perlu lakukan segera repeat c section. Pasien seksio sesaria dengan insisi SBR dibandingkan dengan korporal menurut statistik kemungkinan terjadinya ruptur relatif kecil, Namun demikian partus harus dilakukan di RS dan kalau kepala sudah turun lakukan ekstraksi forsep.
10.  Uterus cacat karena miomektomi, kuretase, manual uri, maka dianjurkan bersalin di RS dengan pengawasan yang teliti.
11.  Ruptur uteri karena tindakan obstetrik dapat dicegah dengan bekerja secara lege artis, jangan melakukan tindakan kristaller yang berlebihan, bidan dilarang memberikan oksitocin sebelum janin lahir, kepada dukun diberikan penataran supaya waktu memimpin persalinan jangan mendorong-dorong, karena dapat menimbulkan ruptura uteri traumatika.

g.      Komplikasi
Syok hipovolemik dan sepsis

h.      Penanganan
Untuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita yang pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada distosia harus diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu, persalinan harus segera diselesaikan.
Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam memulai pembedahan tidak akan bisa diterima.
Bila keadaan umum penderita mulai membaik, selanjutnya dilakukan laparotomi dengan tindakan jenis operasi:
1)        Histerektomi, baik total maupun subtotal.
2)        Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
3)        Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.
Tindakan aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara lain:
-          Keadaan umum
-          Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta
-          Jenis luka robekan
-          Tempat luka
-          Perdarahan dari luka
-          Umur dan jumlah anak hidup
-          Kemampuan dan keterampilan penolong
-           
i.        Prognosis
Harapan hidup bagi janin sangat suram. Angka mortilitas yang ditemukan dalam berbagai penelitian berkisar dari 50 hingga 70 persen. Tetapi jika janin masih hidup pada saat terjadinya peristiwa tersebut, satu-satunya harapan untuk mempertahankan jiwa janin adalah dengan persalinan segera, yang paling sering dilakukan lewat laparotomi.
Jika tidak diambil tindakan, kebanyakan wanita akan meninggal karena perdarahan atau mungkin pula karena infeksi yang terjadi kemudian, kendati penyembuhan spontan pernah pula ditemukan pada kasus-kasus yang luar biasa. Diagnosis cepat, tindakan operasi segera, ketersediaan darah dalam jumlah yang besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar bagi wanita dengan ruptura pada uterus yang hamil.

6.      GANGGUAN PEMBEKUAN DARAH
a.      Pengertian
Gangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang terjadi karena adanya kelainan pada proses pembekuan darah sang ibu, sehingga darah tetap mengalir.




b.      Etiologi
Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet biasanya tidak menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada kontraksi uterus untuk mencegah perdarahan. Deposit fibrin pada tempat perlekatan plasenta dan penjendalan darah memiliki peran penting beberapa jam hingga beberapa hari setelah persalinan. Kelainan pada daerah ini dapat menyebabkan perdarahan post partun sekunder atau perdarahan eksaserbasi dari sebab lain, terutama trauma.

Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat persalinan. Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti ITP atau sindroma HELLP sekunder, solusio plasenta, DIC atau sepsis. Abnormalitas platelet dapat saja terjadi, tetapi hal ini jarang. Sebagian besar merupakan penyakit sebelumnya, walaupun sering tak terdiagnosis.

Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang berupa hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi, tetapi abnormalitas yang didapat biasanya yang menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang berhubungan dengan solusio plasenta, sindroma HELLP, IUFD, emboli air ketuban dan sepsis. Kadar fibrinogen meningkat pada saat hamil, sehingga kadar fibrinogen pada kisaran normal seperti pada wanita yang tidak hamil harus mendapat perhatian. Selain itu, koagulopati dilusional dapat terjadi setelah perdarahan post partum masif yang mendapat resusiatsi cairan kristaloid dan transfusi PRC.

DIC, yaitu gangguan mekanisme pembekuan darah yang umumnya disebabkan oleh hipo atau afibrinigenemia atau pembekuan intravascular merata (Disseminated Intravaskular Coagulation)

DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi jaringan, yang menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan. Pada kasus ini terdapat peningkatan kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen yang tajam, serta pemanjangan waktu trombin (thrombin time).

c.       Patofisiologi
Kelainan koagulasi generalisata ini dianggap sebagai akibat dari lepasnya substansi – substansi serupa tromboplastin yang berasal dari produk konsepsi ke dalam sirkulasi darah ibu atau akibat aktivasi factor XII oleh endotoksin. Setelah itu mulailah serangkaian reaksi berantai yang mengaktifkan mekanisme pembekuan darah, pembentukan dan pengendapan fibrin dan, sebagai konsekuensinya, aktivasi sistem fibrinolitik yang normalnya sebagai proteksi. Gangguan patofisiologi yang kompleks ini menjadi suatu lingkaran setan yang muncul sebagai diathesis perdarahan klinis dengan berubah – ubahnya hasil rangkaian tes pembekuan darah sehingga membingungkan.

d.      Tanda dan gejala
1.    Perdarahan berlangsung terus
2.    Merembes dari tempat tusukan
(Chapman, 2006)

e.       Komplikasi
Komplikasi-komplikasi obstetric yang diketahui berhubungan dengan DIC (Koagulasi Intravaskuler Diseminata) :
1.    Sepesi oleh kuman gram negative, terutama yang mneyertai dengan abortus septic
2.    Syok berat
3.    Pemberian cairan hipertonik ke dalam uterus
(Schward, 2000)

f.       Diagnosis
Umum
Didapatkan pada semua parturient dengan HPP Primer :
·         Data Subyektif : Keluar darah bergumpal dari alat kemaluan
·         Inspeksi : Adanya pengeluaran darah > 400 cc, parturient tampak pucat, pada keadaan serius tampak tanda-tanda syok
·         Pada kehilangan darah lebih dari 25%, dijumpai TTV
Tensi :           turun
Nadi  :           lemah dan cepat
RR    :           meningkat
Suhu  :           turun
Khusus
DIC
-          Perdarahan dari tempat lain, missal vagina, hidung, gusi, kulit, dll
-          Darah yang keluar sama sekali tidak ada gumpalan, walau sudah terkena udara

Klausal PPP karenan gangguan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada tedensi mudah terjadi perdarahn setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan digusi, rongga hidung dan lain-lain.

Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasilpemeriksaan faal hemostatis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibriogenemia dan terdeteksi adanya FDP ( fibrin degradation product) serta perpanjangan tes protombin dan PTT ( PARTIAL THROMBOPLASTIN TIME) (Sarwono, 2008)

g.      Pencegahan
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kehamilan mempunyai resiko untuk terjadinya patologi persalinan, slah satunya adalah perdarahan pascapersalinan. Antisipasi terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut:
1.      Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit kronis, anemia dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal.
2.      Mengenal faktor predisposisi PPP seperti multiparitas, anak beras, hamil kembar, hidroamnion, bekas seksio, ada riwayat PPP sebelumnya dan kehamilan resiko tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan
3.      Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lamaa
4.      Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan
5.      Kehamilan resiko rtendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari persalinan dukun
6.      Mengesuai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi PPP dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.
(Sarwono, 2008)




h.      Pengobatan
Pasien perlu dirawat bila secara klinis ada gangguan pembekuaan darah atau dari serangkaian pemeriksaan laboratorium diperlihatkan adanaya kemunduran fungsi pemebekuan darah secara progresif.

Nilai normal
Kehamilan
DIC
Hitung trombosit
150.000-400.000/mm3
Sama
Lebih rendah
Waktu protombin yang cepat
75-125%
Memendek
Memanjang
Waktu protomboplastin parsial
30-45%
Memendek
Memanjang
Waktu thrombin
10-15 detik
Memendek
Memanjang
Pengukuran fibrinogen
(atau titer) 200-400 mg%
300-600 mg%
Menurun
Produk-produk pecahan fibrin
Negative
Dapat diukur
Pengukuran faktor V 75-125%
Sama
Menurun
Pengukuran faktor VII
50-200%
Mungkin meningkat
Menurun

Tujuan utama pengobatan adalah menghilngkan sumber material serupa tromboplastin, tetapi evalusai produk konsepsi akan mendatangkan resiko perdarahan vaginal atau bedah. Dengan alasan inilah, proses pembekuaan normal harus dipulihkan lebih dahulu sebelum melakukan persalina operatif.
1.      Pemberian faktor-faktor pembekuan
2.      Menghambat proses patofisiologi dengan antikoagulasi heparin samapi faktor-faktor pembekuan pulih kembali

Cara pengobatan yang akan dipilih tergantung kepada ancaman jiwa pasien segera akibat perdarahan yang aktif pada saat diagnosis ditegakkan atau akibat persalinan yang akan segera terjadi.
1.      Bila dicurigai ada perdarahan aktif dari uterus dari persalinan operatif, harus diberikan pengobtan sebagai terjadi :
a.       Monitor tanda-tanda vital secara kontiyu termasuk pengukuran tekanan vena sentral dan mempertahankan produksi urin
b.      Berikan oksigen melalui masker
c.       Mengatasi syok dengan segera adalah penting, bila memungkinkan dengan darah lengkap segar.
d.      Pemberian faktor-faktor pembekuan : pengobatan denga plasma beku segar lebih disukai daripada dengan preparat depot fibrinogen (pooled fibrinogen) komersial karena dapat memperkecil resiko penularan hepatitis, pengantian volume tambahan, serta tersediannya aneka macam faktor-faktor pembekuaan. Setiap liter plasma beku segar dapat diharapkan mengandung 2-3 g fibrinogen.

Karena kira-kira diperlukan 2-6 g fibrinogen, bila hal tidak dapat disediakan dengan perparat tersebut (baik karena tidak tersedia atau karena masalah-masalah hipervolema) dapat dipakai fibrinogen depot komersial.

Masalah utama yang berkaitan dengan pengantian fibrinogen dengan menggunakan salah satu preparat tersebut di atas adlah waktu psruhnya yang singkat kalkau ada banyak trombhin dan timbunan fibrin intravaskuler lebih lanjut. Dengan alasan inilah, preparat-preparat tersebut hanya boleh digunakan untuk segera mengendalikan perdarahan sebelum persalina ndan pertama bila persalinan harus dilaksankan dengan  operasi seksio sesaria.

Dengan demikian prosedur pengobatan seperti di atas serta melakukan pengosongan uterus, biasanya akan terjadi perbaikan spontan pembekuan darahnya, sehingga tidak diperhatikan terapi lebih lanjut.

2.      Bila tidak ada perdarahan uterus dan persalinannya dapat ditunda (yaitu, sindrom janin mati yang tertinggal dalam uterus tetapi jelas tidak ada soluiso plasenta), tindakan sebagai berikut dilakukan :
a.       Heparinisasi : 100 IU/kg setiap 4 jam, atau 600 IU/kg/24 jamdenga infuse kontiu

Pemberian heparin dihentikan setelash terjadi perbaikan faktor-faktor pembekuan kedalam batas normal, dan hanya dalam keadaan inilah persalina  boleh dilaksanakan.

Terapi fibrinogen jarang dilakukan jika sekiranya diindikasikan pada pasien obstetric selalu karena DIC dan akan berhenti sendiri setelah pengobtan primer. Kita harus selalu ingat bahwa keberadaan fibrinolisis merupakan suatu respons protektifterhadap koagulasi intravaskuler. (Schward, 2000)

i.        Penatalaksanaan
Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya perdarahan post partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari terjadinya perdarahan post partum, seperti solutio plasenta, sindroma HELLP, fatty liver pada kehamilan, IUFD, emboli air ketuban dan septikemia. Ambil langkah spesifik untuk menangani penyebab yang mendasari dan kelainan hemostatik.

Penanganan DIC identik dengan pasien yang mengalami koagulopati dilusional. Restorasi dan penanganan volume sirkulasi dan penggantian produk darah bersifat sangat esensial. Perlu saran dari ahli hematologi pada kasus transfusi masif dan koagulopati.

Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan pada pasien dengan trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran trombosit dengan cepat. Satu unit trombosit biasanya menaikkan hitung trombosit sebesar 5.000 – 10.000/mm3. Dosis biasa sebesar kemasan 10 unit diberikan bila gejala-gejala perdarahan telah jelas atau bila hitung trombosit di bawah 20.000/mm3. transfusi trombosit diindakasikan bila hitung trombosit 10.000 – 50.000/mm3, jika direncanakan suatu tindakan operasi, perdarahan aktif atau diperkirakan diperlukan suatu transfusi yang masif. Transfusi ulang mungkin dibutuhkan karena masa paruh trombosit hanya 3 – 4 hari.

Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan V, VII, IX, X dan fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak diperlukan adanya kesesuaian donor, tetapi antibodi dalam plasma dapat bereaksi dengan sel-sel penerima. Bila ditemukan koagulopati, dan belum terdapat pemeriksaan laboratorium, plasma segar yang dibekukan harus dipakai secara empiris.

Kriopresipitat, suatu sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan fibrinogen, dipakai dalam penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia dan penyakit von Willebrand. Kuantitas faktor-faktor ini tidak dapat diprediksi untuk terjadinya suatu pembekuan, serta bervariasi menurut keadaan klinis.

DIC
-       Uterotonika dosis adekuat
-       Tambahan fibrinogen langsung
-       Analisa factor bekuan darah























DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Varney, Hellen,dkk. 2008. Buku Ajar Asuha Kebidanan, Volume 2. . Jakarta: EGC
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal . Jakarta: YBP-SP
Sulistyawati,Ari.2011. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan.Jakarta : Selemba Medika
Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta. EGC






Tidak ada komentar:

Posting Komentar