SpongeBob SquarePants

Senin, 02 Mei 2016

Standar profesi Bidan



MAKALAH ETIKOLEGAL
“STANDAR PROFESI BIDAN”

.
.
.
.
.
.

Disusun Oleh :

Kelompok 6
Kelas : A 12.1

1.     Angela Christine            15150028
2.     Nurvita Sari                            15150029
3.     Beatrix Dasilvi Mogi     15150030
4.     Indaha Jannatul M                  15150032
5.     Leonarda Manuni          15150033




PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2015/2016


KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Etikolegal tentang Standar Profesi Bidan ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata kuliah Etikolegal yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami  menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyempurnaan makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, kurang dan lebihnya kami mohon maaf. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.





                                                                        Yogyakarta, 01 April 2016



                                                                        Hormat kami,




BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sejarah menunjukkan bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu yang melahirkan. Peran dan posisi bidan dimasyarakat sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati, mendampingi, serta menolong ibu yang melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik.
Sejak zaman pra sejarah, dalam naskah kuno sudah tercatat bidan dari Mesir yang berani ambil resiko membela keselamatan bayi-bayi laki-laki bangsa Yahudi yang diperintahkan oleh Firaun untuk di bunuh. Mereka sudah menunjukkan sikap etika moral yang tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam membela orang-orang yang berada dalam posisi yang lemah, yang pada zaman modern ini, kita sebut peran advokasi.
Bidan sebagai pekerja profesional dalam menjalankan tugas dan prakteknya, bekerja berdasarkan pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik pelayanan serta kode etik yang dimilikinya yang di atur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/2007.

1.2.Tujuan

a.       Agar mengetahui isi Permenkes tentang Standar Profesi Bidan.
b.      Agar mengetahui sanksi-sanksi yang diberikan pada bidan apabila melanggar Permenkes tentang Standar Profesi Bidan


BAB II

ISI SURAT KEPUTUSAN


KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007
TENTANG
STANDAR PROFESI
BIDAN
MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan,dipandang perlu menetapkan Standar Profesi bagi Bidan dengan Keputusan Menteri Kesehatan;
Mengingat :
  1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
  2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);
  7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan Praktik Bidan;
  8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
  9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;





MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

Kesatu : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR PROFESI BIDAN.
Kedua : Standar Profesi
Bidan dimaksud Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Standar Profesi
Bidan sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua agar digunakan sebagai pedoman bagi Bidan dalam menjalankan tugas profesinya.
Keempat :
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan ini dengan mengikutsertakan organisasi profesi terkait, sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
Kelima :
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Maret 2007
MENTERI KESEHATAN,


Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp.JP (K)









LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR : 369/MENKES/SK/III/2007
TANGGAL : 27 Maret 2007
A. PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, menyangkut fisik, mental, maupun sosial budaya dan ekonomi. Untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan yang menyeluruh, terarah dan berkesinambungan.
Masalah reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi. Pertama: yang laten yaitu kematian ibu dan kematian bayi yang masih tinggi akibat bebagai faktor termasuk pelayanan kesehatan yang relatif kurang baik.
Kedua ialah timbulnya
penyakit degeneratif yaitu menopause dan kanker. Dalam globalisasi ekonomi kita diperhadapkan pada persaingan global yang semakin ketat yang menuntut kita semua untuk menyiapkan manusia Indonesia yang berkualitas tinggi sebagai generasi penerus bangsa yang harus disiapkan sebaik mungkin secara terencana, terpadu dan berkesinambungan. Upaya tersebut haruslah secara konsisten dilakukan sejak dini yakni sejak janin dalam kandungan, masa bayi dan balita, masa remaja hingga dewasa bahkan sampai usia lanjut. Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kesakitan dan kematian Bayi (AKB). Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang membutuhkannya, kapan dan dimanapun dia berada. Untuk menjamin kualitas tersebut diperlukan suatu standar profesi sebagai acuan untuk melakukan segala tindakan dan asuhan yang diberikan dalam seluruh aspek pengabdian profesinya kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik dari aspek input, proses dan output.

2.      Tujuan
a.       Menjamin pelayanan yang aman dan berkualitas.
b.      Sebagai landasan untuk standarisasi dan perkembangan profesi.

3.      Pengertian
a.      Definisi Bidan
Ikatan Bidan Indonesia telah menjadi anggota ICM sejak tahun 1956, dengan demikian seluruh kebijakan dan pengembangan profesi kebidanan di Indonesia merujuk dan mempertimbangkan kebijakan ICM.
Definisi
bidan menurut International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International Gynecologist Obstetrition (FIGO). Definisi tersebut secara berkala di review dalam pertemuan Internasional / Kongres ICM. Definisi terakhir disusun melalui konggres ICM ke 27, pada bulan Juli tahun 2005 di Brisbane Australia ditetapkan sebagai berikut: Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan.
Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawatdaruratan. Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak. Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.
b.      Pengertian Bidan Indonesia
Dengan memperhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, maka Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah: seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-awab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawatdaruratan.
c.         Kebidanan/Midwifery
Kebidanan adalah satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan dan seni yang mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas dan menyusui, masa interval dan pengaturan kesuburan, klimakterium dan menopause, bayi baru lahir dan balita, fungsi–fungsi reproduksi manusia serta memberikan  bantuan/dukungan pada perempuan, keluarga dan komunitasnya.
d.      Pelayanan Kebidanan (Midwifery Service)
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.
e.       Praktik Kebidanan
Praktik Kebidanan adalah implementasi dari ilmu kebidanan oleh bidan yang bersifat otonom, kepada perempuan, keluarga dan komunitasnya, didasari etika dan kode etik bidan.


f.       Manajemen Asuhan Kebidanan
Manajemen Asuhan Kebidanan adalah pendekatan dan kerangka pikir yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengumpulan data, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
g.      Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan Adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana

4.      Paradigma Kebidanan
Bidan dalam bekerja memberikan pelayanan keprofesiannya berpegang pada paradigma, berupa pandangan terhadap manusia / perempuan, lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan / kebidanan dan keturunan.
a)      Perempuan
Perempuan sebagimana halnya manusia adalah mahluk bio-psikososio- kultural yang utuh dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yang unik, dan bermacam-macam sesuai dengan tingkat perkembangan. Perempuan sebagai penerus generasi, sehingga keberadaan perempuan yang sehat jasmani, rohani, dan sosial sangat diperlukan. Perempuan sebagai sumber daya insani merupakan pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Kualitas manusia sangat ditentukan oleh keberadaan/kondisi perempuan/Ibu dalam keluarga. Para perempuan di masyarakat adalah penggerak dan pelopor peningkatan kesejahteraan keluarga.
b)      Lingkungan
Lingkungan merupakan semua yang terlibat dalam interaksi individu pada waktu melaksanakan aktifitasnya, baik lingkungan fisik, psikososial, biologis maupun budaya. Lingkungan psikososial meliputi keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakat. Ibu selalu terlibat dalam interaksi keluarga, kelompok, komunitas, dan masyarakat.
Masyarakat merupakan
kelompok paling penting dan kompleks yang telah dibentuk oleh manusia sebagai lingkungan sosial yang terdiri dari individu, keluarga dan komunitas yang mempunyai tujuan dan sistem nilai.
Perempuan merupakan bagian dari anggota
keluarga dari unit komunitas. Keluarga yang dalam fungsinya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan di mana dia berada. Keluarga dapat menunjang kebutuhan sehari-hari dan memberikan dukungan emosional kepada ibu sepanjang siklus kehidupannya. Keadaan sosial ekonomi, pendidikan, kebudayaan dan lokasi tempat tinggal keluarga sangat menentukan derajat kesehatan reproduksi perempuan.
c)      Perilaku
Perilaku merupakan hasil seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.


d)     Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.
Pelayanan Kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga, sesuai dengan kewenangan dalam rangka tercapainya keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Sasaran
pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga, dan masyarakat yang meliputi upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan pelayanan kebidanan dapat dibedakan menjadi :
1.    Layanan Primer ialah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan.
2.    Layanan Kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota timyang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.
3.    Layanan Rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke sistem layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan yang dilakukan oleh bidan ke tempat/ fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horizontal maupun vertikal atau meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu serta bayinya.
e)      Keturunan
Keturunan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas manusia. Manusia yang sehat dilahirkan oleh ibu yang sehat.


5.      Falsafah Kebidanan
Dalam menjalankan perannya bidan memiliki keyakinan yang dijadikan panduan dalam memberikan asuhan. Keyakinan tersebut meliputi :
a. Keyakinan tentang
kehamilan dan persalinan. Hamil dan bersalin merupakan suatu proses alamiah dan bukan penyakit.
b. Keyakinan tentang Perempuan. Setiap perempuan adalah pribadi yang unik mempunyai hak, kebutuhan, keinginan masing-masing. Oleh sebab itu perempuan harus berpartisipasi aktif dalam setiap asuhan yang diterimanya.
c. Keyakinan fungsi Profesi dan manfaatnya. Fungsi utama profesi bidan adalah mengupayakan kesejahteraan ibu dan bayinya, proses fisiologis harus dihargai, didukung dan dipertahankan. Bila timbul penyulit, dapat menggunakan teknologi tepat guna dan rujukan yang efektif, untuk memastikan kesejahteraan perempuan dan janin/bayinya.
d. Keyakinan tentang pemberdayaan perempuan dan membuat keputusan. Perempuan harus diberdayakan untuk mengambil keputusan tentang kesehatan diri dan keluarganya melalui komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dan konseling. Pengambilan keputusan merupakan tanggung jawab bersama antara perempuan, keluarga dan pemberi asuhan.
e. Keyakinan tentang tujuan Asuhan. Tujuan utama asuhan kebidanan untuk menyelamatkan ibu dan bayi (mengurangi kesakitan dan kematian). Asuhan kebidanan berfokus pada: pencegahan, promosi kesehatan yang bersifat holistik, diberikan dengan cara yang kreatif dan fleksibel, suportif, peduli; bimbingan, monitor dan pendidikan berpusat pada perempuan; asuhan berkesinambungan, sesuai keinginan dan tidak otoriter serta menghormati pilihan perempuan.
f. Keyakinan tentang Kolaborasi dan Kemitraan. Praktik kebidanan dilakukan dengan menempatkan perempuan sebagai partner dengan pemahaman holistik terhadap perempuan, sebagai satu kesatuan fisik, psikis,
emosional, sosial, budaya, spiritual serta pengalaman reproduksinya. Bidan memiliki otonomi penuh dalam praktiknya yang berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.
g. Sebagai Profesi bidan mempunyai pandangan hidup Pancasila, seorang bidan menganut filosofis yang mempunyai keyakinan didalam dirinya bahwa semua manusia adalah mahluk bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual yang unik merupakan satu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh dan tidak ada individu yang sama.
h. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan dan perbedaan kebudayaan. Setiap individu berhak menentukan nasib sendiri dan mendapatkan informasi yang cukup dan untuk berperan disegala aspek pemeliharaan kesehatannya.
i. Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat, untuk itu maka setiap wanita usia subur, ibu hamil, melahirkan dan bayinya berhak mendapat pelayanan yang berkualitas.
j. Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga, yang membutuhkan persiapan sampai anak menginjak masa masa remaja.
k. Keluarga-keluarga yang berada di suatu wilayah/daerah membentuk masyarakat kumpulan dan masyarakat Indonesia terhimpun didalam satu kesatuan bangsa Indonesia. Manusia terbentuk karena adanya interaksi antara manusia dan budaya dalam lingkungan yang bersifat dinamis mempunyai tujuan dan nilai-nilai yang terorganisir.

6.      Ruang Lingkup Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan berfokus pada upaya pencegahan, promosi kesehatan, pertolongan persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, melaksanakan tindakan asuhan sesuai dengan kewenangan atau bantuan lain jika diperlukan, serta melaksanakan tindakan kegawat daruratan.
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.
Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.

7.      Kualifikasi Pendidikan
a. Lulusan
pendidikan bidan sebelum tahun 2000 dan Diploma III kebidanan, merupakan bidan pelaksana, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan.
b. Lulusan pendidikan bidan setingkat Diploma IV / S1 merupakan bidan professional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, dan pendidik.
c. Lulusan pendidikan bidan setingkat S2 dan S3, merupakan bidan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, pendidik, peneliti, pengembang dan konsultan dalam pendidikan bidan maupun sistem/ ketatalaksanaan pelayanan kesehatan secara universal.


BAB III

PEMBAHASAN

3.1  Kajian Kasus

Berikut ini adalah salah satu contoh kasus nyata malpraktik yang dilakukan oleh bidan di daerah Jawa Timur berhubungan dengan kesalahan bidan yang menolong persalinan sungsang dan tidak merujuk ke fasilitas kesehatan yang berhak untuk menangani kasus tersebut. Inilah kisah tragis bayi Nunuk Rahayu :
Proses persalinan ibu yang tinggal di Batu, Malang ini sungguh tragis.Diduga karena kesalahan bidan, si bayi pun meninggal dalam keadaan tragis.Kegagalan dalam proses melahirkan memang bisa terjadi pada wanita mana saja. Bahkan yang paling buruk, si bayi meninggal juga bisa saja terjadi. Namun, yang dialami oleh Nunuk Rahayu (39 tahun) ini memang kelewat tragis. Ia melahirkan secara sungsang. Bidan yang menangani, diduga melakukan kesalahan penanganan. Akibatnya, si bayi lahir dengan kondisi kepala masih tertinggal di rahim.
Kejadian yang demikian tragis itu diceritakan Wiji Muhaimin (40), suami Nunuk. Sore itu Selasa, Nunuk mengeluh perutnya sakit sebagai tanda akan melahirkan. Ibu dua anak ini berharap kelahiran anak ketiganya akan semakin melengkapi kebahagiaan rumah tangganya. Sang suami, segera berkemas-kemas dan mengantarkan istrinya ke bidan Tutik Handayani, tak jauh dari rumahnya di Jalan Imam Bonjol, Batu, Malang, Jawa Timur.
Sesampai di tempat bersalin, sekitar jam 15.00, Nunuk langsung diperiksa bidan untuk mengetahui keadaan kesehatan si bayi. “Menurut Bu Han (panggilan Tutik Handayani), kondisi anak saya dalam keadaan sehat. Saya disuruh keluar karena persalinan akan dimulai,” kata Wiji saat ditemui, Jumat (11/8).
Meski menunggui kelahiran anak ketiga, Wiji tetap saja diliputi ketegangan. Apalagi, persalinan berlangsung cukup lama. “Setiap pembantu Bu Han keluar ruang persalinan, saya selalu bertanya apakah anak saya sudah lahir. Jawabannya selalu belum. Katanya, bayi saya susah keluar. Istri saya mesti diberi suntikan obat perangsang sampai dua kali agar jabang bayi segera keluar,” papar Wiji. Wiji sempat pulang sebentar untuk menjalankan salat magrib. Usai salat, lelaki berkumis lebat ini kembali ke bidan. Baru saja memasuki klinik bersalin, bidan Han ke luar dari ruang persalinan dengan tergopoh-gopoh. Bidan yang sudah praktik sejak tahun 1972 itu berteriak minta tolong kepadanya. “Pak, tolong bantu saya!” teriaknya kepada Wiji.
Lelaki yang sehari-hari berjualan es dan mainan anak-anak di sekolah-sekolah ini, tak mengerti maksud bidan. Wiji mengikuti bidan Han masuk ruang persalinan. Mata Wiji langsung terbelalak begitu melihat pemandangan yang begitu mencekam. Si jabang bayi memang sudah keluar, namun kepala bayi masih berada di dalam rahim. Di tengah kepanikan, bidan memintanya untuk menahan tubuh si bayi sedang kedua perawat bertugas menekan perut ke bawah untuk membantu mengeluarkan kepala bayi. Kala itu, kondisi istri Wiji antara sadar dan tidak. “Ia hanya bisa merinih kesakitan saja,” imbuh Wiji.
Selanjutnya, bidan Tutik meminta Wiji menarik tubuh bayi agar segera keluar dari rahim. Namun, Wiji enggan melakukannya. Ia hanya menahan tubuh bayi agar tak menggantung. “Saya tak tega menarik tubuh anak saya. Apa jadinya kalau saya tarik kemudian sampai lepas. Yang saya lakukan hanya terus istigfar,” tutur Wiji sambil mengisap rokoknya dalam-dalam.
Kala itu, Wiji sudah tak sanggung membendung air matanya. Ia paham, anak bungsunya sudah tak bernyawa lagi. Ia tahu karena tubuh si bayi sudah lemas dan tak ada gerakan sama sekali. Sampai 15 menit kemudian, tetap saja kepala bayi belum berhasil dikeluarkan. Wiji pun tak tega melihat penderitaan istrinya. “Saya berikan tubuh bayi saya kepada Bu Han.”
Lalu, Wiji sambil berurai air mata mendekati istrinya yang tengah kesakitan dan berjuang antara hidup dan mati. Sejurus kemudian dia mendengar si bidan semakin panik. Bahkan, si bidan sempat mengeluh, “Aduh yok opo iki”. (aduh bagaimana ini). “Saya sudah tak berani melihat bagaimana bidan menangani anak saya. Saya hanya menatap wajah istri saya,” ujar Wiji.
Beberapa saat kemudian, selintas Wiji melihat tubuh anaknya sudah diangkat dan ditempatkan di ranjang sebelah. Yang mengerikan, kepala si jabang bayi belum juga berhasil dikeluarkan. “Saya tak berani memandangi wajah anak saya. Pikiran saya sangat kalut,” urainya
Dengan nada setengah berteriak lantaran panik, bidan mengajak Wiji untuk membawa istrinya ke BKIA Islam Batu, untuk penanganan lebih lanjut. Beruntung ada mobil pick up yang siap jalan. Setiba di sana, istri Wiji segera ditangani. Dr. Sutrisno, SpOG, langsung melakukan tindakan untuk mengeluarakan kepala si bayi dari rahim istrinya. “Baru setelah itu, kepala disambung kembali dengan tubuh bayi,” urai Wiji.
Si jabang bayi segera dimakamkan. Wiji pun memberi nama anaknya Ratna Ayu Manggali. “Nama itu memang permintaan istri saya sejak mengandung. Makanya, saya tetap memberinya nama, meski dia tak sempat hidup,” ujar Wiji.
Kepergian si jabang bayi mendatangkan duka mendalam bagi Wiji. Lantas apa langkah Wiji? “Setelah melakukan rapat keluarga, kami sepakat untuk melaporkan kasus ini polisi,” kata Wiji yang selama wawancara ditemani Riyanto, sepupunya. Baik Wiji maupun Riyanto menyesalkan tindakan sang bidan. Sebab, kalau keadaan bayi sungsang, seharusnya sejak awal bidan merujuk ke dokter kandungan. “Waktu itu, Bu Han bilang sanggup menangani. Makanya saya mempercayakan persalinan istri saya kepadanya,” papar Wiji.
Selain itu, Riyanto melihat ada upaya untuk mengaburkan kasus ini dengan mengalihkan kesalahan kepada Wiji. “Misalnya saja pada saat bidan kesulitan mengeluarkan kepala bayi, bidan berusaha memanggil Wiji dan memintanya untuk menarik. “Untung saja Mas Wiji tidak mau melakukan. Coba kalau ditarik beneran lalu putus, pasti yang disalahkan oleh Bu Han adalah Mas Wiji,” urai Riyanto.
Lelaki yang sehari-hari sebagai takmir masjid sekaligus tukang memandikan jenazah ini tak menampik bahwa bidan Han merupakan bidan senior di Batu. Ia sudah menangani ribuan persalinan, termasuk dua anak Wiji. “Namun dalam kasus ini, Bu Han tetap saja salah. Makanya saya tolak ajakan damai meski banyak pihak meminta. Ini adalah persoalan hukum, mari diselesaikan secara hukum,” tegas Riyanto
Sementara Nunuk sendiri sepulang dari rumah sakit masih tampak lemas dan syok. Ia sempat dirawat selama tiga hari. Para tetangga sekitar berbondong-bondong memenuhi kamarnya yang sempit dan sangat sederhana. Nunuk tak sanggup menceritakan saat-saat menegangkan dalam hidupnya. “Saya tak ingat persis bagaimana bisa seperti itu. Waktu itu perasaan saya antara sadar dan tidak karena sakitnya luar biasa,” ucapnya lirih



3.2  Pembahasan Kasus

Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/ Mengkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan, didalamnya terdapat Kode Etik Bidan Indonesia. Etika punya arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna yang berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas. Moralitas adalah ha-hal yang menyangkut moral, dan moral adalah sistem tentang motivasi, perilaku dan perbuatan manusia yang dianggap baik atau buruk. Franz Magnis Suseno menyebut etika sebagai ilmu yang mencari orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab pertanyaan yang amat fundamental : bagaimana saya harus hidup dan bertindak ? Peter Singer, filusf kontemporer dari Australia menilai kata etika dan moralitas sama artinya, karena itu dalam buku-bukunya ia menggunakan keduanya secara tertukar-tukar.
Bagi sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari lingkungan budaya tertentu. Bagi praktisi profesional termasuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya etika berarti kewajiban dan tanggung jawab memenuhi harapan (ekspekatasi) profesi dan amsyarakat, serta bertindak dengan cara-cara yang profesional, etika adalah salah satu kaidah yang menjaga terjalinnya interaksi antara pemberi dan penerima jasa profesi secara wajar, jujur, adil, profesional dan terhormat.
Bagi eksekutif puncak rumah sakit, etika seharusnya berarti kewajiban dan tanggung jawab khusus terhadap pasien dan klien lain, terhadap organisasi dan staff, terhadap diri sendiri dan profesi, terhadap pemrintah dan pada tingkat akhir walaupun tidak langsung terhadap masyarakat. Kriteria wajar, jujur, adil, profesional dan terhormat tentu berlaku juga untuk eksekutif lain di rumah sakit.
Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan bersamadan pedoman untuk diterapkan dan dipatuhi semua anggota asosiasi tentang apa yang dinilai baik dan buruk dalam pelaksanaan dan pelayanan profesi itu. Malpraktek meliputi pelanggaran kontrak ( breach of contract), perbuatan yang disengaja (intentional tort), dan kelalaian (negligence). Kelalaian lebih mengarah pada ketidaksengajaan (culpa), sembrono dan kurang teliti. Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, selama tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya. Ini berdasarkan prinsip hukum “de minimis noncurat lex”, hukum tidak mencampuri hal-hal yang dianggap sepele.Salah satu upaya untuk menghindarkan dari malpraktek adalah adanya informed consent (persetujuan) untuk setiap tindakan dan pelayanan medis pada pasien. Hal ini angat perlu tidak hanya ntuk melindungi dar kesewenangan tenaga kesehatan seprti dokter atau bidan, tetapi juga diperlukan untuk melindungi tenaga kesehatan dari kesewenangan pasien yang melanggar batas-batas hukum dan perundang-undangan malpraktek.



DAFTAR PUSTAKA

 


                                      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar