SpongeBob SquarePants

Kamis, 09 Juni 2016

UU no 30 tahun 2009 paal 71-78


Bagian Keenam
Kesehatan Reproduksi

Pasal 71



(1)
Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan.


(2)
Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:



a.
saat sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan sesudah melahirkan;



b.
pengaturan kehamilan, alat konstrasepsi, dan kesehatan seksual; dan



c.
kesehatan sistem reproduksi.


(3)
Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Pasal 72


Setiap orang berhak:


a.
menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, serta bebas dari paksaan dan/atau kekerasan dengan pasangan yang sah.


b.
menentukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari diskriminasi, paksaan, dan/atau kekerasan yang menghormati nilai-nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia sesuai dengan norma agama.


c.
menentukan sendiri kapan dan berapa sering ingin bereproduksi sehat secara medis serta tidak bertentangan dengan norma agama.


d.
memperoleh informasi, edukasi, dan konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pasal 73


Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana.

Pasal 74


(1)
Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan/atau rehabilitatif, termasuk reproduksi dengan bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan memperhatikan aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi perempuan.


(2)
Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tidak bertentangan dengan nilai agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.


(3)
Ketentuan mengenai reproduksi dengan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 75


(1)
Setiap orang dilarang melakukan aborsi.


(2)
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:



a.
indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau



b.
kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.


(3)
Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.


(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 76


Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:


a.
sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;


b.
oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;


c.
dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;


d.
dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan


e.
penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 77


Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketujuh
Keluarga Berencana

Pasal 78


(1)
Pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas.


(2)
Pemerintah bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat dalam memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat.


(3)
Ketentuan mengenai pelayanan keluarga berencana dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Reni Heryani S. , 2013)








Tidak ada komentar:

Posting Komentar