Bagian Keenam
Kesehatan
Reproduksi
Pasal 71 |
|||||
(1)
|
Kesehatan reproduksi merupakan
keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata
bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan
proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan.
|
||||
(2)
|
Kesehatan reproduksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||
a.
|
saat sebelum hamil, hamil,
melahirkan, dan sesudah melahirkan;
|
||||
b.
|
pengaturan kehamilan, alat
konstrasepsi, dan kesehatan seksual; dan
|
||||
c.
|
kesehatan sistem reproduksi.
|
||||
(3)
|
Kesehatan reproduksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui kegiatan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif.
|
||||
Pasal
72
|
|||||
Setiap orang berhak:
|
|||||
a.
|
menjalani kehidupan reproduksi dan
kehidupan seksual yang sehat, aman, serta bebas dari paksaan dan/atau
kekerasan dengan pasangan yang sah.
|
||||
b.
|
menentukan kehidupan reproduksinya
dan bebas dari diskriminasi, paksaan, dan/atau kekerasan yang menghormati
nilai-nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia sesuai dengan norma
agama.
|
||||
c.
|
menentukan sendiri kapan dan berapa
sering ingin bereproduksi sehat secara medis serta tidak bertentangan dengan
norma agama.
|
||||
d.
|
memperoleh informasi, edukasi, dan
konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat
dipertanggungjawabkan.
|
||||
Pasal
73
|
|||||
Pemerintah wajib menjamin
ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang
aman, bermutu, dan terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana.
|
|||||
Pasal
74
|
|||||
(1)
|
Setiap pelayanan kesehatan reproduksi
yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan/atau rehabilitatif, termasuk
reproduksi dengan bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan
memperhatikan aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi perempuan.
|
||||
(2)
|
Pelaksanaan pelayanan kesehatan
reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tidak
bertentangan dengan nilai agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
||||
(3)
|
Ketentuan mengenai reproduksi dengan
bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
|
||||
Pasal
75
|
|||||
(1)
|
Setiap orang dilarang melakukan
aborsi.
|
||||
(2)
|
Larangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
|
||||
a.
|
indikasi kedaruratan medis yang
dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau
janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun
yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar
kandungan; atau
|
||||
b.
|
kehamilan akibat perkosaan yang dapat
menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
|
||||
(3)
|
Tindakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan
pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh
konselor yang kompeten dan berwenang.
|
||||
(4)
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai
indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
||||
Pasal
76
|
|||||
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
|
|||||
a.
|
sebelum kehamilan berumur 6 (enam)
minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal
kedaruratan medis;
|
||||
b.
|
oleh tenaga kesehatan yang memiliki
keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh
menteri;
|
||||
c.
|
dengan persetujuan ibu hamil yang
bersangkutan;
|
||||
d.
|
dengan izin suami, kecuali korban
perkosaan; dan
|
||||
e.
|
penyedia layanan kesehatan yang
memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
|
||||
Pasal
77
|
|||||
Pemerintah wajib melindungi dan
mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2)
dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab
serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
|
|||||
Bagian Ketujuh
Keluarga Berencana
Pasal 78 |
|||||
(1)
|
Pelayanan kesehatan dalam keluarga
berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur
untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas.
|
||||
(2)
|
Pemerintah bertanggung jawab dan
menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat dalam
memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman, bermutu, dan terjangkau
oleh masyarakat.
|
||||
(3)
|
Ketentuan mengenai pelayanan keluarga berencana dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Reni Heryani S. , 2013)
|
||||
Kamis, 09 Juni 2016
UU no 30 tahun 2009 paal 71-78
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar