BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Program kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama
pembangunan kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung jawab terhadap
pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi neonatal. Salah
satu tujuan program ini adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit di
kalangan ibu. Keerom merupakan salah satu kabupaten yang terletak di wilayah
Indonesia bagian timur.
Perbandingan antara jumlah bidan dan perawat dengan penduduk di Keerom
sudah terpenuhi berdasarkan standar, namun pendistribusian tenaga bidan masih
belum merata. Kondisi geografis yang sulit menyebabkan kebutuhan tenaga bidan
semakin besar karena jumlah penduduk per desa masih relatif sedikit, tetapi
jarak antardesa berjauhan. Kondisi ini juga menyebabkan kurangnya
pengawasan terhadap bidan. Hasil observasi awal menunjukkan bahwa ada
beberapa bidan desa yang meninggalkan lokasi tugas tanpa izin dan tidak
terpantau oleh Dinas Kesehatan Keerom. Dampak dari pendistribusian tenaga
kerja yang belum merata, dan lemahnya pengawasan dari dinas kesehatan
(dinkes) menyebabkan kegiatan program kesehatan di puskesmas belum
berjalan optimal, termasuk program KIA.
Tahun 2005, jumlah persalinan yang ditolong tenaga kesehatan masihrendah,
hanya sebanyak 52 persen. Jumlah kematian ibu bersalin yang tercatat di Keerom
sebesar 4 orang. Fenomena kasus kematian ibu dan kematian bayi di Keerom
kemungkinan akibat dari dukungan Dinas Kesehatan Keerom dalam program KIA di
puskesmas belum optimal. Dalam era otonomi daerah, peran dinkes menjadi sangat
penting, termasuk dalam kegiatan program KIA1. Dinkes kabupaten/kota sebagai
unit pelaksana teknis di bidang kesehatan berfungsi sebagai pendukung kegiatan
puskesmas di wilayah kerjanya, sehingga program dapat berjalan sesuai yang
direncanakan2. Kebijakan dinkes merupakan pedoman bagi puskesmas untuk
menjalankan program kesehatan di puskesmas3. Fungsi dukungan dinkes ke
puskesmas dalam kegiatan program dapat berupa pengadaan sumber daya manusia dan
sumber daya lain yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program KIA. Dukungan dinkes
dalam proses pelaksanaan seperti kegiatan pembinaan, pengarahan dan pengendalian
program juga dibutuhkan oleh puskesmas.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan permasalahan
“Bagaimana fungsi Dinas Kesehatan Keerom dalam mendukung program KIA di
puskesmas?” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi Dinas Kesehatan
Keerom dalam mendukung program KIA di puskesmas. Secara khusus, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan program
KIA.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kebijakan pemerintah terhadap KIA ?
2. Bagaimana sasaran KIA ?
3. Bagaimana kebijakan pelayanan KIA ?
4. Bagaimana upaya KIA
selanjutnya untuk pemerintah ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah terhadap KIA.
2. Untuk mengetahui sasaran KIA
3. Untuk mengetahui kebijakan pelayanan KIA
4. Untuk mengetahui upaya KIA selanjutnya untuk pemerintah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebijakan Pemerintah Terhadap KIA
Strategi Pembangunan Kesehatan menuju indonesia sehat 2010 mengisyaratkan
bahwa pembangunan kesehatan ditujukan pada upaya menyehatkan bangsa. Indikator
keberhasilannya antara lain ditentukan oleh angka mortalitas dan morbiditas,
angka kematian ibu dan angka kematian bayi.
Program kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama
pembangunan kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung jawab terhadap
pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi neonatal. Salah
satu tujuan program ini adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit di
kalangan ibu.
Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Anak (AKB) masih tinggi yaitu, 307 per 100.000 kelahiran
hidup dan AKB 35/1000 kh. Target yang ditetapkan untuk dicapai pada RPJM tahun
2009 untuk AKI adalah 226 per 100.000 kh dan AKB 26/1000 kh. Dengan demikian
target tersebut merupakan tantangan yang cukup berat bagi program KIA.
Sebagaian
besar penyebab kematian ibu secara tidak langsung (menurut survei Kesehatan
Rumah Tangga 2001 sebesar 90%) adalah komplikasi yang terjadi pada saat
persalinan dan segera setelah bersalin. Penyebab tersebut dikenal dengan Trias
Klasik yaitu Pendarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Sedangkan
penyebab tidak langsungnya antara lain adalah ibu hamil menderita Kurang Energi
Kronis (KEK) 37%, anemia (HB kurang dari 11 gr%) 40%. Kejadian anemia pada ibu
hamil ini akan meningkatkan resiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan
ibu yang tidak anemia.
Beberapa
kegiatan dalam meningkatkan upaya percepatan penurunan AKI telah diupayakan
antara lain melalui peningkatan kualitas pelayanan dengan melakukan pelatihan
klinis bagi pemberi pelayanan kebidanan di lapangan. Kegiatan ini merupakan
implementasi dari pemenuhan terwujudnya 3 pesan kunci Making Pregnancy Safer
yaitu:
1. Setiap persalinan ditolong
oleh tenaga kesehatan terlatih
2. Setiap komplikasi obstetri dan
neonatal mendapat pelayanan yang adekuat, dan
3. Setiap wanita usia subur
mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan
penanganan komplikasi keguguran.
Komplikasi
dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga atau diramalkan
sebelumnya sehingga ibu hamil harus sedekat mungkin pada sarana pelayanan
ndicator emergency dasar. Penyebab utama kematian Ibu adalah Perdarahan,
Infeksi, Eklampsi, Partus lama dan Komplikasi Abortus. Perdarahan merupakan
sebab kematian utama. Dengan demikian sangat pentingnya pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan karena sebagian besar komplikasi terjadi pada saat
sekitar persalinan, sedang sebab utama kematian bayi baru lahir adalah
Asfiksia, Infeksi dan Hipotermi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Selama
kurun waktu 20 tahun angka kematian bayi (AKB) telah diturunkan secara tajam,
namun AKB menurut SDKI 2002-2003 adalah 35 per 1000 KH. Angka tersebut masih
tinggi dan saat ini mengalami penurunan secara lambat. Dalam Rencana
Pembangunan jangka panjang Menengah Nasional (RPJMN) salah satu sasarannya
adalah menurunkan AKB dari 35 1000 KH menjadi 26 per 1000 KH pada tahun 2009.
Oleh karena itu perlu dilakukan intervensi terhadap masalah-masalah penyebab
kematian bayi untuk mendukung upaya percepatan penurunan AKB di indicator.
B. Sasaran KIA
Program PWS-KIA
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA) adalah alat
manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA di suatu wilayah kerja secara
terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program
KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu
dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru
lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita. Kegiatan PWS KIA terdiri dari
pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan
informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi terkait dan tindak
lanjut.
Pemantauan
Wilayah Setempat (PWS) telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1985. Pada
saat itu pimpinan puskesmas maupun
pemegang program di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota belum mempunyai alat pantau
yang dapat memberikan data yang cepat sehingga pimpinan dapat memberikan respon
atau tindakan yang cepat dalam wilayah kerjanya. PWS dimulai dengan program
Imunisasi yang dalam perjalanannya, berkembang menjadi PWS-PWS lain seperti
PWS-Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) dan PWS Gizi.
Pelaksanaan PWS
imunisasi berhasil baik, dibuktikan dengan tercapainya Universal Child
Immunization (UCI) di Indonesia pada tahun 1990. Dengan dicapainya cakupan
program imunisasi, terjadi penurunan AKB
yang signifikan. Namun pelaksanaan PWS dengan indikator Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) tidak secara cepat dapat menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) secara
bermakna walaupun cakupan pelayanan KIA meningkat, karena adanya faktor-faktor
lain sebagai penyebab kematian ibu (ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dan
lain sebagainya). Dengan demikian maka PWS KIA perlu dikembangkan dengan
memperbaiki mutu data, analisis dan penelusuran data.
Dengan PWS KIA
diharapkan cakupan pelayanan dapat ditingkatkan dengan menjangkau seluruh
sasaran di suatu wilayah kerja. Dengan terjangkaunya seluruh sasaran maka
diharapkan seluruh kasus dengan faktor risiko atau komplikasi dapat ditemukan
sedini mungkin agar dapat memperoleh penanganan yang memadai.
Penyajian PWS
KIA juga dapat dipakai sebagai alat advokasi, informasi dan komunikasi kepada
sektor terkait, khususnya lintas sektor setempat yang berperan dalam pendataan
dan penggerakan sasaran. Dengan demikian PWS KIA dapat digunakan untuk
memecahkan masalah teknis dan non teknis. Pelaksanaan PWS KIA harus
ditindaklanjuti dengan upaya perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA,
intensifikasi manajemen program, penggerakan sasaran dan sumber daya yang
diperlukan dalam rangka meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA. Hasil
analisis PWS KIA di tingkat puskesmas dan kabupaten/kota dapat digunakan untuk menentukan puskesmas dan
desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula hasil analisis PWS KIA di tingkat
propinsi dapat digunakan untuk menentukan kabupaten/kota yang rawan.
Pengelolaan
program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu
pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini
diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut :
1. Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi
seluruh ibu hamil di semua fasilitas kesehatan.
2. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan kompeten diarahkan ke fasilitas kesehatan.
3. Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai
standar di semua fasilitas kesehatan.
4. Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai
standar di semua fasilitas kesehatan ataupun melalui kunjungan rumah.
5. Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi
kebidanan dan neonatus oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat.
6. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan
neonatus secara adekuat dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga
kesehatan di fasilitas kesehatan.
7. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi
sesuai standar di semua fasilitas kesehatan.
8. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak
balita sesuai standar di semua fasilitas kesehatan.
9. Peningkatan pelayanan KB sesuai standar.
C. Kebijakan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Indonesia dan negara-negara peserta United Nation General Assembly
Special Session on Children menegaskan kembali dan mendeklarasikan komitmen
terhadap kesejahteraan anak. Komitmen tersebut dikenal sebagai “A World Fit for
Children” (WFC). Selain berisi pernyataan tentang tekad berbagai negara untuk
terus memperjuangkan kesejahteraan dan kemaslahatan anak, Sebagai tindak lanjut
dari pertemuan tersebut, Indonesia menyusun Program Nasional Bagi Anak
Indonesia (PNBAI) yang mencakup keempat komponen tersebut. Dokumen ini khusus
berisi tentang PNBAI Bidang Kesehatan. Derajat kesehatan anak tidak dapat
dipisahkan dari derajat kesehatan ibu. Data SUSENAS 2001 menunjukkan Angka
kematian ibu (AKI) sebesar 394 per 100.000 kelahiran hidup. Dalam kurun waktu
15 tahun AKI tidak menunjukkan penurunan, malah terlihat stagnant. Dari hasil
survei tahun 2001 tersebut terlihat bahwa penyebab kematian ibu tertinggi
adalah perdarahan termasuk abortus adalah 34,3 persen, diikuti oleh eklampsia
(23,7 persen). Data rumah sakit menunjukkan bahwa kematian ibu di rumah sakit
semakin meningkat, yaitu dari 4 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1994
menjadi 8 per 1000 pada tahun 1999. Case fatality rate kasus maternal juga
meningkat dari 0,4 persen (1993 dan 1994) menjadi 0,5 persen (1996) dan 0,8
persen (1999). Adapun permasalahan remaja merupakan hal penting yang patut di
tangani pemerintah dan dalam makalah ini juga mengangkat permasalahan mengenai
kebijakan pemerintah mengenai kesehatan remaja yang diantaranya dituangkan
dalam undang-undang. dan mengenai kebijakan Lanjut usia yang mana data
menunjukkan jumlah lansia di Indonesia terus meningkat, bagaimanapun juga
fasilitas dan pelayanan kesehatan bagi lansia masih kurang. Penghormatan itu
antara lain, berupa pemberian fasilitas dan pelayanan khusus dalam rangka
perlindungan dan pemenuhan hak-hak mereka Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 UU
No.39/1999, pihak yang paling bertanggung jawab untuk melindungi dan
memenuhinya adalah pemerintah Salah satu wujudnya adalah tersedianya fasilitas
dan pelayanan khusus bagi mereka di Rumah Sakit-Rumah Sakit Umum dalam rangka
pemenuhan hak atas kesehatannya. Mengenai permasalahan penyandang cacat menurut
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, yang dimaksud penyandang
cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik, dan atau mental yang
dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan
kegiatan secara layaknya, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, cacat
mental, cacat fisik dan mental. Dalam undang-undang tersebut juga telah
mengatur adanya kuota 1 (satu) persen bagi penyandang cacat dalam
ketenagakerjaan.
Bab II LANDASAN TEORI KEBIJAKAN KESEHATAN IBU DAN ANAK Kesehatan ibu, bayi, dan anak (Undang-undang No.36 Tahun 2009 Tentang kesehatan) Pasal 126-135
Bab II LANDASAN TEORI KEBIJAKAN KESEHATAN IBU DAN ANAK Kesehatan ibu, bayi, dan anak (Undang-undang No.36 Tahun 2009 Tentang kesehatan) Pasal 126-135
Pasal 126
1. Upaya kesehatan ibu harus ditujukan untuk menjaga
kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas
serta mengurangi angka kematian ibu.
2. Upaya kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
3. Pemerintah menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas,
alat dan obat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan ibu secara aman,
bermutu, dan terjangkau.
4.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatan ibu diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 127
1.
Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan
suami istri yang sah dengan ketentuan:
a.
hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan
ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
b.
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu; dan
c.
pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
2.
Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 128
1. Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif
sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.
2. Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga,
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara
penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.
3. Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.
Pasal 129
1. Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan
dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara eksklusif.
2. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 130
Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak.
Pasal 131
1.
Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk
mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas
serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak.
2.
Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak anak masih dalam
kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 (delapan
belas) tahun.
3.
Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) menjadi tanggung jawab dan kewajiban bersama bagi orang tua,
keluarga, masyarakat, dan Pemerintah, dan pemerintah daerah.
Pasal 132
1.
Anak yang dilahirkan wajib dibesarkan dan diasuh secara bertanggung jawab
sehingga memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.
2.
Ketentuan mengenai anak yang dilahirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3.
Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan yang
berlaku untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui
imunisasi.
4.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis-jenis imunisasi dasar sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 133
1. Setiap bayi dan anak berhak terlindungi dan terhindar
dari segala bentuk diskriminasi dan tindak kekerasan yang dapat mengganggu
kesehatannya.
2. Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
berkewajiban untuk menjamin terselenggaranya perlindungan bayi dan anak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyediakan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan.
Pasal 134
1. Pemerintah berkewajiban menetapkan standar dan atau
kriteria terhadap kesehatan bayi dan anak serta menjamin pelaksanaannya dan
memudahkan setiap penyelenggaraan terhadap standar dan kriteria tersebut.
2. Standar dan/atau kriteria sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus diselenggarakan sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama,
dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 135
1. Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat wajib
menyediakan tempat dan sarana lain yang diperlukan untuk bermain anak yang
memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara optimal serta mampu bersosialisasi
secara sehat.
2. Tempat bermain dan sarana lain yang diperlukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi sarana perlindungan
terhadap risiko kesehatan agar tidak membahayakan kesehatan anak.
D. Upaya-Upaya KIA untuk Selanjutnya
Upaya
peningkatan derajat kesehatan keluarga dilakukan melalui program pembinaan
kesehatan keluarga yang meliputi upaya peningkatan kesehatan Ibu dan Bayi, Anak
Pra Sekolah dan Anak Usia Sekolah, Kesehatan Reproduksi Remaja, dan Kesehatan
Usia Subur. Era Desentralisasi menurut pengelola program di Kabupaten / Kota
untuk lebih proaktif didalam mengembangkan program yang mempunyai daya ungkit
dalam akselerasi penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB) sesuai situasi dan kemampuan daerah masing-masing mengingat AKI dan AKB
merupakan salah satu ndicator penting keberhasilan program kesehatan Indonesia.
Program Pokok Kia
1. Program ANC
2. Deteksi risti ibu hamil
3. Pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan
4. Rujukan kasus risti ibu hamil
5. Pemeriksaan BBL (Neonatus), bayi
dan balita
6. Penanganan neonatal yang berisiko
7. Pelayanan kesehatan bayi umur 1
bulan sampai 1 tahun
8. Pelayanan kesehatan balita
9. Pelayanan kesehatan pra school
Berbagai permasalahan kesehatan anak prasekolah, usia sekolah dan kesehatan
remaja yang semakin kompleks yang meliputi kesehatan reproduksi remaja, masalah
penyalagunaan narkotik dan zat adiktif lainnya merupakan tantangan yang harus
dihadapi oleh program Kesehatan Keluarga. Diharapkan melalui kegitan-kegiatan yang dilaksanakan
dapat memperluas cakupan pelayanan yang pada akhirnya dapat meningkatkan status
Kesehatan keluarga secara khusus dan masyarakat pada umumnya.
Sehubungan
dengan penerapan system desentralisasi, maka pelaksanaan strategi MPS didaerah
pun diharapkan dapat lebih terarah dan sesuai dengan permasalahan setempat.
Dengan adanya variasi antara daerah dalam hal demografi dan geografi, maka
kegaiatan dalam program kesehatan ibu dan Anak (KIA) akan berbeda pula. Namun
agar pelaksanaan Program KIA dapat berjalan lancer, aspek peningkatan mutu
pelayanan program KIA puskesmas maupun di tingkat Kabaupaten/Kota. Peningkatan
mutu program KIA juga dinilai dari besarnya cakupan program di masing-masing
wilayah kerja.
Untuk
itu, perlu di pantau secara terus menerus besarnya cakupan pelayanan KIA di
suatu wilayah kerja, agar diperoleh gambaran yang jelas mengenai kelompok mana
dalam wilayah kerja tersebut yang paling rawan. Dengan diketahuinya lokasi
rawan kesehatan ibu dan anak, maka wilayah kerja tersebut dapat lebih
diperhatikan dan dicarikan pemecahan masalahnya. Untuk memantau cakupan
pelayanan KIA tersebut dikembangkan sistem Pemantau Wilayah Setempat (PWS-KIA).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai
berikut ;
1. Memperbaiki akses pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal dengan cara pemberian pelayanan antenatal yang
optimal secara menyeluruh dan terpadu, peningkatan deteksi dini resiko tinggi
baik pada ibu hamil maupun pada bayi di institusi pelayanan ANC maupun di
masyarakat, disamping itu pengamatannya harus secara terus menerus.
2. Berfungsinya mekanisme rujukan
dari tingkat masyarakat dan puskesmas hingga rumah sakit tempat rujukan.
3. Adanya keseragaman dan
persamaan persepsi tentang sistem pelaporan antara pengelola program kesehatan
ibu dan anak yang berada di
kabupaten/kota dengan pengelola yang ada di propinsi
B. Saran
Diharapkan perkembangan kesehatan ibu dapat merata sesuai dengan program
kesehatan Pemerintah dalam mencapai kesejahteraan secara merata.
DAFTAR PUSTAKA
1. Manuaba,Ida Bagus Gde. 2007. Ilmu Kebidanan Dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: Sunter Agung Podomoro.
2. Notoatmodjo, Soekidjo.2007.Promosi Kesehatan.Jakarta : Penerbit
Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar