SpongeBob SquarePants

Kamis, 09 Juni 2016

Makalah UU no 30 Tahun 2009 pasal 126-135

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Program kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama pembangunan kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi neonatal. Salah satu tujuan program ini adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit di kalangan ibu. Keerom merupakan salah satu kabupaten yang terletak di wilayah Indonesia bagian timur.
Perbandingan antara jumlah bidan dan perawat dengan penduduk di Keerom sudah terpenuhi berdasarkan standar, namun pendistribusian tenaga bidan masih belum merata. Kondisi geografis yang sulit menyebabkan kebutuhan tenaga bidan semakin besar karena jumlah penduduk per desa masih relatif sedikit, tetapi jarak antardesa  berjauhan. Kondisi ini juga menyebabkan kurangnya pengawasan terhadap bidan.  Hasil observasi awal menunjukkan bahwa ada beberapa bidan desa yang meninggalkan lokasi tugas tanpa izin dan tidak terpantau oleh Dinas Kesehatan  Keerom. Dampak dari pendistribusian tenaga kerja yang belum merata, dan  lemahnya pengawasan dari dinas kesehatan (dinkes) menyebabkan kegiatan  program kesehatan di puskesmas belum berjalan optimal, termasuk program KIA.
Tahun 2005, jumlah persalinan yang ditolong tenaga kesehatan masihrendah, hanya sebanyak 52 persen. Jumlah kematian ibu bersalin yang tercatat di Keerom sebesar 4 orang. Fenomena kasus kematian ibu dan  kematian bayi di Keerom kemungkinan akibat dari dukungan Dinas Kesehatan Keerom dalam program KIA di puskesmas belum optimal. Dalam era otonomi daerah, peran dinkes menjadi sangat penting, termasuk dalam kegiatan program KIA1. Dinkes kabupaten/kota sebagai unit pelaksana teknis di bidang kesehatan berfungsi sebagai pendukung kegiatan puskesmas di wilayah kerjanya, sehingga program dapat berjalan sesuai yang direncanakan2. Kebijakan dinkes merupakan pedoman bagi puskesmas untuk menjalankan program kesehatan di puskesmas3. Fungsi dukungan dinkes ke puskesmas dalam kegiatan program dapat berupa pengadaan sumber daya manusia dan sumber daya lain yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program KIA. Dukungan dinkes dalam proses pelaksanaan seperti kegiatan pembinaan, pengarahan dan pengendalian program juga dibutuhkan oleh puskesmas.
Berdasarkan latar belakang tersebut,  maka dirumuskan permasalahan “Bagaimana fungsi Dinas Kesehatan Keerom dalam mendukung program KIA di puskesmas?” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi Dinas Kesehatan Keerom dalam mendukung program KIA di puskesmas. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan program KIA.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kebijakan pemerintah terhadap KIA ?
2.      Bagaimana sasaran KIA ?
3.      Bagaimana kebijakan pelayanan KIA ?
4.      Bagaimana upaya KIA  selanjutnya untuk pemerintah ?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui kebijakan pemerintah terhadap KIA.
2.      Untuk mengetahui sasaran KIA
3.      Untuk mengetahui kebijakan pelayanan KIA
4.      Untuk mengetahui upaya KIA  selanjutnya untuk pemerintah





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kebijakan Pemerintah Terhadap KIA
Strategi Pembangunan Kesehatan menuju indonesia sehat 2010 mengisyaratkan bahwa pembangunan kesehatan ditujukan pada upaya menyehatkan bangsa. Indikator keberhasilannya antara lain ditentukan oleh angka mortalitas dan morbiditas, angka kematian ibu dan angka kematian bayi.
Program kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama pembangunan kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi neonatal. Salah satu tujuan program ini adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit di kalangan ibu.
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Anak (AKB) masih tinggi yaitu, 307 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 35/1000 kh. Target yang ditetapkan untuk dicapai pada RPJM tahun 2009 untuk AKI adalah 226 per 100.000 kh dan AKB 26/1000 kh. Dengan demikian target tersebut merupakan tantangan yang cukup berat bagi program KIA.
Sebagaian besar penyebab kematian ibu secara tidak langsung (menurut survei Kesehatan Rumah Tangga 2001 sebesar 90%) adalah komplikasi yang terjadi pada saat persalinan dan segera setelah bersalin. Penyebab tersebut dikenal dengan Trias Klasik yaitu Pendarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Sedangkan penyebab tidak langsungnya antara lain adalah ibu hamil menderita Kurang Energi Kronis (KEK) 37%, anemia (HB kurang dari 11 gr%) 40%. Kejadian anemia pada ibu hamil ini akan meningkatkan resiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia.
Beberapa kegiatan dalam meningkatkan upaya percepatan penurunan AKI telah diupayakan antara lain melalui peningkatan kualitas pelayanan dengan melakukan pelatihan klinis bagi pemberi pelayanan kebidanan di lapangan. Kegiatan ini merupakan implementasi dari pemenuhan terwujudnya 3 pesan kunci Making Pregnancy Safer yaitu:
1.      Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih
2.      Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat, dan
3.      Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga atau diramalkan sebelumnya sehingga ibu hamil harus sedekat mungkin pada sarana pelayanan ndicator emergency dasar. Penyebab utama kematian Ibu adalah Perdarahan, Infeksi, Eklampsi, Partus lama dan Komplikasi Abortus. Perdarahan merupakan sebab kematian utama. Dengan demikian sangat pentingnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan karena sebagian besar komplikasi terjadi pada saat sekitar persalinan, sedang sebab utama kematian bayi baru lahir adalah Asfiksia, Infeksi dan Hipotermi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Selama kurun waktu 20 tahun angka kematian bayi (AKB) telah diturunkan secara tajam, namun AKB menurut SDKI 2002-2003 adalah 35 per 1000 KH. Angka tersebut masih tinggi dan saat ini mengalami penurunan secara lambat. Dalam Rencana Pembangunan jangka panjang Menengah Nasional (RPJMN) salah satu sasarannya adalah menurunkan AKB dari 35 1000 KH menjadi 26 per 1000 KH pada tahun 2009. Oleh karena itu perlu dilakukan intervensi terhadap masalah-masalah penyebab kematian bayi untuk mendukung upaya percepatan penurunan AKB di indicator.

B.     Sasaran KIA
Program PWS-KIA
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA) adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA di suatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita. Kegiatan PWS KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi terkait dan tindak lanjut.
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1985. Pada saat itu pimpinan puskesmas maupun pemegang program di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota belum mempunyai alat pantau yang dapat memberikan data yang cepat sehingga pimpinan dapat memberikan respon atau tindakan yang cepat dalam wilayah kerjanya. PWS dimulai dengan program Imunisasi yang dalam perjalanannya, berkembang menjadi PWS-PWS lain seperti PWS-Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) dan PWS Gizi.
Pelaksanaan PWS imunisasi berhasil baik, dibuktikan dengan tercapainya Universal Child Immunization (UCI) di Indonesia pada tahun 1990. Dengan dicapainya cakupan program imunisasi, terjadi penurunan AKB yang signifikan. Namun pelaksanaan PWS dengan indikator Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) tidak secara cepat dapat menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) secara bermakna walaupun cakupan pelayanan KIA meningkat, karena adanya faktor-faktor lain sebagai penyebab kematian ibu (ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dan lain sebagainya). Dengan demikian maka PWS KIA perlu dikembangkan dengan memperbaiki mutu data, analisis dan penelusuran data.
Dengan PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat ditingkatkan dengan menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja. Dengan terjangkaunya seluruh sasaran maka diharapkan seluruh kasus dengan faktor risiko atau komplikasi dapat ditemukan sedini mungkin agar dapat memperoleh penanganan yang memadai.
Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat advokasi, informasi dan komunikasi kepada sektor terkait, khususnya lintas sektor setempat yang berperan dalam pendataan dan penggerakan sasaran. Dengan demikian PWS KIA dapat digunakan untuk memecahkan masalah teknis dan non teknis. Pelaksanaan PWS KIA harus ditindaklanjuti dengan upaya perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA, intensifikasi manajemen program, penggerakan sasaran dan sumber daya yang diperlukan dalam rangka meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA. Hasil analisis PWS KIA di tingkat puskesmas dan kabupaten/kota dapat digunakan untuk menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula hasil analisis PWS KIA di tingkat propinsi dapat digunakan untuk menentukan kabupaten/kota yang rawan.
Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut :
1.      Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di semua fasilitas kesehatan.
2.      Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten diarahkan ke fasilitas kesehatan.
3.      Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua fasilitas kesehatan.
4.      Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas kesehatan ataupun melalui kunjungan rumah.
5.      Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat.
6.      Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
7.      Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua fasilitas kesehatan.
8.      Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di semua fasilitas kesehatan.
9.      Peningkatan pelayanan KB sesuai standar.

C.    Kebijakan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Indonesia dan negara-negara peserta United Nation General Assembly Special Session on Children menegaskan kembali dan mendeklarasikan komitmen terhadap kesejahteraan anak. Komitmen tersebut dikenal sebagai “A World Fit for Children” (WFC). Selain berisi pernyataan tentang tekad berbagai negara untuk terus memperjuangkan kesejahteraan dan kemaslahatan anak, Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut, Indonesia menyusun Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) yang mencakup keempat komponen tersebut. Dokumen ini khusus berisi tentang PNBAI Bidang Kesehatan. Derajat kesehatan anak tidak dapat dipisahkan dari derajat kesehatan ibu. Data SUSENAS 2001 menunjukkan Angka kematian ibu (AKI) sebesar 394 per 100.000 kelahiran hidup. Dalam kurun waktu 15 tahun AKI tidak menunjukkan penurunan, malah terlihat stagnant. Dari hasil survei tahun 2001 tersebut terlihat bahwa penyebab kematian ibu tertinggi adalah perdarahan termasuk abortus adalah 34,3 persen, diikuti oleh eklampsia (23,7 persen). Data rumah sakit menunjukkan bahwa kematian ibu di rumah sakit semakin meningkat, yaitu dari 4 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1994 menjadi 8 per 1000 pada tahun 1999. Case fatality rate kasus maternal juga meningkat dari 0,4 persen (1993 dan 1994) menjadi 0,5 persen (1996) dan 0,8 persen (1999). Adapun permasalahan remaja merupakan hal penting yang patut di tangani pemerintah dan dalam makalah ini juga mengangkat permasalahan mengenai kebijakan pemerintah mengenai kesehatan remaja yang diantaranya dituangkan dalam undang-undang. dan mengenai kebijakan Lanjut usia yang mana data menunjukkan jumlah lansia di Indonesia terus meningkat, bagaimanapun juga fasilitas dan pelayanan kesehatan bagi lansia masih kurang. Penghormatan itu antara lain, berupa pemberian fasilitas dan pelayanan khusus dalam rangka perlindungan dan pemenuhan hak-hak mereka Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 UU No.39/1999, pihak yang paling bertanggung jawab untuk melindungi dan memenuhinya adalah pemerintah Salah satu wujudnya adalah tersedianya fasilitas dan pelayanan khusus bagi mereka di Rumah Sakit-Rumah Sakit Umum dalam rangka pemenuhan hak atas kesehatannya. Mengenai permasalahan penyandang cacat menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, yang dimaksud penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik, dan atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara layaknya, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental. Dalam undang-undang tersebut juga telah mengatur adanya kuota 1 (satu) persen bagi penyandang cacat dalam ketenagakerjaan.
Bab II LANDASAN TEORI KEBIJAKAN KESEHATAN IBU DAN ANAK Kesehatan ibu, bayi, dan anak (Undang-undang No.36 Tahun 2009 Tentang kesehatan) Pasal 126-135
Pasal 126
1.      Upaya kesehatan ibu harus ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu.
2.      Upaya kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
3.      Pemerintah menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas, alat dan obat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan ibu secara aman, bermutu, dan terjangkau.
4.      Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatan ibu diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 127
1.      Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
a.      hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
b.      dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu; dan
c.       pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
2.      Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 128
1.      Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.
2.      Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.
3.      Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.
Pasal 129
1.      Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara eksklusif.
2.      Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 130
Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak.

Pasal 131
1.      Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak.
2.      Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak anak masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 (delapan belas) tahun.
3.      Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi tanggung jawab dan kewajiban bersama bagi orang tua, keluarga, masyarakat, dan Pemerintah, dan pemerintah daerah.
Pasal 132
1.      Anak yang dilahirkan wajib dibesarkan dan diasuh secara bertanggung jawab sehingga memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.
2.      Ketentuan mengenai anak yang dilahirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3.      Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi.
4.      Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis-jenis imunisasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 133
1.      Setiap bayi dan anak berhak terlindungi dan terhindar dari segala bentuk diskriminasi dan tindak kekerasan yang dapat mengganggu kesehatannya.
2.      Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat berkewajiban untuk menjamin terselenggaranya perlindungan bayi dan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyediakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 134
1.      Pemerintah berkewajiban menetapkan standar dan atau kriteria terhadap kesehatan bayi dan anak serta menjamin pelaksanaannya dan memudahkan setiap penyelenggaraan terhadap standar dan kriteria tersebut.
2.      Standar dan/atau kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselenggarakan sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama, dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 135
1.      Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat wajib menyediakan tempat dan sarana lain yang diperlukan untuk bermain anak yang memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara optimal serta mampu bersosialisasi secara sehat.
2.      Tempat bermain dan sarana lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi sarana perlindungan terhadap risiko kesehatan agar tidak membahayakan kesehatan anak.

D.    Upaya-Upaya KIA untuk Selanjutnya
Upaya peningkatan derajat kesehatan keluarga dilakukan melalui program pembinaan kesehatan keluarga yang meliputi upaya peningkatan kesehatan Ibu dan Bayi, Anak Pra Sekolah dan Anak Usia Sekolah, Kesehatan Reproduksi Remaja, dan Kesehatan Usia Subur. Era Desentralisasi menurut pengelola program di Kabupaten / Kota untuk lebih proaktif didalam mengembangkan program yang mempunyai daya ungkit dalam akselerasi penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) sesuai situasi dan kemampuan daerah masing-masing mengingat AKI dan AKB merupakan salah satu ndicator penting keberhasilan program kesehatan Indonesia.

Program Pokok Kia
1.      Program ANC
2.      Deteksi risti ibu hamil
3.      Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
4.      Rujukan kasus risti ibu hamil
5.      Pemeriksaan BBL (Neonatus), bayi dan balita
6.      Penanganan neonatal yang berisiko
7.      Pelayanan kesehatan bayi umur 1 bulan sampai 1 tahun
8.      Pelayanan kesehatan balita
9.      Pelayanan kesehatan pra school
Berbagai permasalahan kesehatan anak prasekolah, usia sekolah dan kesehatan remaja yang semakin kompleks yang meliputi kesehatan reproduksi remaja, masalah penyalagunaan narkotik dan zat adiktif lainnya merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh program Kesehatan Keluarga. Diharapkan melalui kegitan-kegiatan yang dilaksanakan dapat memperluas cakupan pelayanan yang pada akhirnya dapat meningkatkan status Kesehatan keluarga secara khusus dan masyarakat pada umumnya.
Sehubungan dengan penerapan system desentralisasi, maka pelaksanaan strategi MPS didaerah pun diharapkan dapat lebih terarah dan sesuai dengan permasalahan setempat. Dengan adanya variasi antara daerah dalam hal demografi dan geografi, maka kegaiatan dalam program kesehatan ibu dan Anak (KIA) akan berbeda pula. Namun agar pelaksanaan Program KIA dapat berjalan lancer, aspek peningkatan mutu pelayanan program KIA puskesmas maupun di tingkat Kabaupaten/Kota. Peningkatan mutu program KIA juga dinilai dari besarnya cakupan program di masing-masing wilayah kerja.
Untuk itu, perlu di pantau secara terus menerus besarnya cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah kerja, agar diperoleh gambaran yang jelas mengenai kelompok mana dalam wilayah kerja tersebut yang paling rawan. Dengan diketahuinya lokasi rawan kesehatan ibu dan anak, maka wilayah kerja tersebut dapat lebih diperhatikan dan dicarikan pemecahan masalahnya. Untuk memantau cakupan pelayanan KIA tersebut dikembangkan sistem Pemantau Wilayah Setempat (PWS-KIA).





























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut ;
1.      Memperbaiki akses pelayanan kesehatan maternal dan neonatal dengan cara pemberian pelayanan antenatal yang optimal secara menyeluruh dan terpadu, peningkatan deteksi dini resiko tinggi baik pada ibu hamil maupun pada bayi di institusi pelayanan ANC maupun di masyarakat, disamping itu pengamatannya harus secara terus menerus.
2.      Berfungsinya mekanisme rujukan dari tingkat masyarakat dan puskesmas hingga rumah sakit tempat rujukan.
3.      Adanya keseragaman dan persamaan persepsi tentang sistem pelaporan antara pengelola program kesehatan ibu dan anak yang berada di kabupaten/kota dengan pengelola yang ada di propinsi

B.     Saran
Diharapkan perkembangan kesehatan ibu dapat merata sesuai dengan program kesehatan Pemerintah dalam mencapai kesejahteraan secara merata.










DAFTAR PUSTAKA

1.      Manuaba,Ida Bagus Gde. 2007. Ilmu Kebidanan Dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: Sunter Agung Podomoro.
2.      Notoatmodjo, Soekidjo.2007.Promosi Kesehatan.Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar